Ide Jalur Kereta Api Pertama di Hindia-Belanda(Indonesia) – Bagian kedua

Setelah sekian lama terjadi perdebatan yang belum menemukan keputusan yang pas mengenai pembangunan jalur rel di Djawa, namun rencana rute yang akan dilalui jalur rel itu terus berkembang. Semenjak pertama kali muncul ide pembangunan jalur rel itu dari tahun ke tahun konsep rute yang akan dilalui terus berubah, dimulai dari rencana awal membangun jalur melalui Kedoe, Vorstenlanden, lalu muncul juga rancangan jalur Batavia(Jakarta) – Buitenzorg(Bogor). Namun diganti lagi menjadi Semarang – Vorstenlanden berikut juga rencana Semarang – Kedoengdjati – Willem I sampai Djocjakarta. Menteri jajahan Fransen Van de Putte yang memerintahkan pembangunan rute jalur itu kemudian memberi syarat lebar rel yang dipakai sesuai standar Eropa(1435 mm). Maka pada tahun 1862 disetujui rencana pembangunan jalan kereta api pertama di Jawa, yaitu jalur Samarang-Vorstelanden (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta) serta jalur antara Batavia (Jakarta) – Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia-Belanda termasuk juga daerah penghasil teh dan kopiyang besar.

Fort Willem I yang merupakan Benteng Pendem di Willem I(Ambarawa) tahun 1927. Kepentingan militer juga mendorong dibangunnya jalur kereta api di Willem I ini

Konsesi pembangunan jalan kereta api pertama tersebut diberikan pemerintah Hindia-Belanda kepada W. Poolman, S. Frasser, dan E.H. Kol dengan dukungan Gubernur Jenderal L.A.J.W. Baron Sloet van Beele yang mengajukan konsesi pada kepada pemerintah Kerajaan Belandajuga. Mereka mendapat konsesi selama 99 tahun yang tertulis dalam Surat Keputusan Pemerintah(Gouvernments Besluit) No. 1 tanggal 28 Agustus 1862 yang selanjutnya dikuatkan dengan Undang-Undang No. 6 Juli 1863 tentang pembangunan jalan rel kereta api lintas Samarang – Kedoengdjati – Willem I – Soerakarta – Djogjakarta – Brosot dengan menggunakan lebar sepur 1435 mm sesuai standar normal Eropa. Proses persetujuan ini membutuhkan waktu yang agak lama dimana sebelumnya pengajuan konsesi ini tidak berjalan mulus karena tidak disetujui, mengapa? hal ini disebabkan atas usulan penasehat urusan teknis Hindia-Belanda T.J. Stieltjes yang menyebarkan informasi negatif.
Konsesi yang berhasil didapat tadi langsung disambut kalangan swasta dengan membentuk Naamloze Venootschap Nederlandsh-Indische Spoorweg Maatschappij(NV. NISM/NIS) yang resmi berdiri pada 27 Agustus 1863 di Den Haag, Belanda sebagai perusahaan kereta api pertama di tanah air kita, yang selanjutnya akan melakukan pembangunan jalur rel kereta api pertama.

Para personel NIS berfoto bersama di Hoofdbureau NIS(Kantor pusat NIS yang kini bernama Lawang Sewu, Semarang)
Para petinggi dan personel NIS berfoto bersama di Hoofdbureau NIS(Kantor pusat NIS yang kini bernama Lawang Sewu, Semarang)

Ide Jalur Kereta Api Pertama di Hindia-Belanda(Indonesia) – Bagian pertama

Tahukah Anda bahwa Kereta Api Indonesia memiliki sejarah yang panjang yang berperan besar bagi pembangunan negara? Dan masih ingat revolusi industri di Eropa pada abad ke-18? Ya! bangsa Eropa berusaha memperbanyak industri-industri semenjak ditemukannya mesin-mesin berteknologi baru, misalnya mesin uap. Sementara itu mereka juga berusaha meraup hasil bumi sebanyak-banyaknya dengan menduduki bangsa lain.

Tanah air kita memiliki tanah yang luar biasa subur sehingga Belanda yang menduduki tanah air sejak 1596 melalui VOC(Vereenigde Oostindische Compagnie) berhasil memperoleh kekayaan yang luar biasa besar dalam kurun waktu yang lama sampai masa tanam paksa. Beberapa hasil perkebunan yang dicari-cari adalah cengkeh(rempah-rempah), tebu, hingga jati. Tak heran kerajaan Belanda menjadi kaya akan penjualan hasil bumi ini. Tetapi ada banyak kendala yang dialami yaitu sarana transportasi pengiriman barang hasil bumi dari pedalaman hingga kota-kota pelabuhan. Gerobak, pedati, dan lainnya dengan tenaga sapi dan kuda sudah tentu kurang efisien karena berkapasitas kecil, selain itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit karena lambat serta jalan yang dilalui masih bertipe makadam(berbatu-batu). Sementara di tahun 1800 makin banyak berdiri perkebunan-perkebunan tebu di wilayah Yogyakarta, dan hamparan pohon-pohon jati di Kudus hingga Purwodadi, Jawa Tengah.

 

Lukisan suasana jaman VOC berjaya
Lukisan suasana jaman VOC berjaya
Pulau Jawa kaya akan penghasil gula sejak dahulu
Pulau Jawa kaya akan penghasil gula sejak dahulu(source: tropenmuseum.nl)
Suikerfabriek(Pabrik Gula) Kandang Djati di Pasuruan saat masih menggunakan tenaga hewan sebagai sarana transportasinya
Suikerfabriek(Pabrik Gula) Kandang Djati di Pasuruan saat masih menggunakan tenaga hewan sebagai sarana transportasinya(source: tropenmuseum.nl)

Ide pembangunan jalan rel pertama kali dicetuskan oleh Kolonel Jhr Van Der Wijk di tahun 1840. Ide untuk membangun jalur kereta api di Jawa dilontarkan oleh seorang militer, Kolonel Jhr Van Der Wijk pada 15 Agustus 1840. Menurutnya, alat angkut kereta api dapat mengatasi masalah pengangkutan di Eropa, jadi dapat juga diterapkan di Jawa. Usulan tersebut adalah membangun jalur kereta api Soerabaja – Batavia melalui Vorstenlanden(Tanah Kerajaan, Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta) serta Bandung. Usulan itu langsung ditanggapi banyak kalangan termasuk dari pemerintah Hindia-Belanda sendiri, beberapa ada yang setuju namun ada yang kurang setuju. Yang kontra menganggap suatu pemborosan, lebih baik dananya dialokasikan saja ke bidang infrastruktur lain seperti pelabuhan dan jembatan. Tak hanya itu saja, resikonya juga tinggi untuk pertama kali berinvestasi perkeretaapian di Jawa. Ternyata perdebatan itu tak kunjung selesai malahan meluas sampai penggerak kereta ikut diperdebatkan, mau menggunakan tenaga hewan atau lokomotif.

Awalnya, pemerintah Hindia-Belanda menganggap usulan dari Van Der Wijk ide cemerlang dan akhirnya menyetujui pembangunan itu. Pada surat Raja Djawa(Koninklijk Besluit) No. 207  tanggal 28 Mei 1842 menetapkan untuk meningkatkan angkutan hasil produksi diusulkan agar pada periode tahun 1842 – 1862 dapat dilakukan persiapan serta pembangunan jaringan jalan rel dari Semarang ke Kedu sampai ke wilayah Vorstenlanden. Dalam aturan tersebut ditetapkan pula bahwa untuk gerobak pengangkutan dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, kerbau, atau sapi.

Surat Raja Djawa tadi tidak dipenuhi melainkan ditolak oleh Gubernur Jenderal Rochussen pada tahun 1846, ia kemudian mengusulkan agar Kerajaan Belanda menolak usulan tersebut. Selanjutnya muncul usulan baru untuk penyediaan dana pemasangan rel di lintas Batavia – Bogor. Namun di tahun 1851, Gubernur Jenderal Duymer van Twist meminta agar Kerajaan Belanda untuk mempertimbangkan kembali tentang pemberian konsesi pembangunan jalan rel kereta kepada swasta. Dan enam tahun kemudian diputuskan bahwa pembangunan jalan rel kereta bisa dilakukan oleh swasta. (Bersambung)