Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 1

Tidak banyak orang mengetahui bahwa Indonesia pernah memiliki sarana transportasi masa depan yang luar biasa di jaman kolonial Hindia-Belanda yang berhasil mengembangkan pesat ekonomi dan menumbuhkan kota-kota besar di Indonesia khususnya di Jawa. Contohnya, kota Bandung awalnya tak lebih dari sebuah desa kecil di tengah pegunungan Priangan yang diselubungi hutan hujan lebat namun semenjak dibangun jalur rel menghubungkan kota lainnya menjadikan Bandung kota besar tempat wisata dan tinggal hingga menjadi kota metropolitan seperti sekarang. Berkat transportasi ini juga arus barang hasil perkebunan dan pertambangan jaman itu mudah diangkut dengan cepat dan mudah dari pedalaman ke kota pelabuhan seperti Surabaya, Semarang, Jakarta, dan juga Panarukan. Transportasi yang dimaksud ialah transportasi berbasis rel(kereta api, trem, dan sejenisnya).

Sejarah singkat
Awalnya sarana transportasi hanya menggunakan kereta kuda dan pedati sebagai sarana pengangkutan orang dan barang, tentunya memakan waktu yang lama, bahkan perjalanan dari Soerabaja ke Batavia di tahun 1800 bisa memakan waktu berhari-hari sementara kebutuhan pengangkutan barang hasil bumi kian bertambah. Diputuskan untuk membangun rel kereta api seperti di Eropa yang menyelesaikan masalah transportasi. Ada banyak pihak yang setuju dan tidak dalam pembangunan ini, setelah perdebatan cukup lama akhirnya berhasil juga dibangun pada 17 Juni 1864 oleh NIS(Nederlandsch-indische Spoorweg Maatschappij) ditandai dengan pencangkulan pertama rel oleh Baron Sloet van de Beele di Desa Kemidjen-Semarang, Jawa Tengah. Pemerintah ikut campur tangan dengan mendirikan perusahaan kereta api SS(Staatsspoorwegen) mulai 1875. Dalam kurun waktu 50 tahun berhasil dibangun lebih dari 7000 km jalur kereta api dan trem yang menghubungkan kota-kota dan pedalaman nyaris di seluruh Jawa yang dikelola tak kurang dari 20 perusahaan kereta api swasta. Bahkan di pulau Sumatera, Sulawesi, bahkan Kalimantan dan Papua juga dibangun jalur rel termasuk jalur rel pertambangan/perkebunan. Trem perkotaan juga malang-melintang dimana-mana seperti kota Batavia, Semarang, Soerabaja, Malang, dan masih banyak lagi. Sarana transportasi rel di Hindia-Belanda mencapai puncak kejayaan di tahun 1925-1935 dimana saat itu sudah menjadi alat transportasi vital bagi warga(orang Eropa dan orang pribumi) Hindia-Belanda. Teknologi kereta api terus dikembangkan hingga masuknya kereta listrik di Batavia tahun 1924(namun sebelumnya tahun 1910 sudah ada trem listrik di Batavia oleh NITM). Ini menjadikan kereta api paling maju se-Asia bahkan menurut beberapa sumber teknologi kereta listrik terkini belum digunakan di negeri Belanda. Diluncurkan juga kereta cepat se-Asia Eendaagsche Expres mulai tahun 1929. Banyak orang Eropa yang sekedar berwisata ke negeri tropis ini mengungkapkan kekagumannya akan jalur rel yang tersusun rapi dan terencana di Jawa untuk memudahkan mobilitas transportasi ke seluruh pelosok kota. Meskipun mobil Eropa dan angkutan jalan mulai masuk namun tak mampu mengalahkan transportasi rel saking majunya infrastruktur kereta api.

Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek - Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek – Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok pada 7 September 1926. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!
Deretan lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit(decauville) menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!

Semenjaknya invasi Jepang masuk ke Indonesia beberapa jalur kereta api dan trem dibongkar seperti Makassar-Takalar(Sulawesi Selatan) dan Kalianget-Pamekasan(Madura) untuk keperluan transportasi perang di tempat lain terutama di Asia Tenggara. Titik inilah terjadi penurunan perkeretaapian kita karena selama sekitar 3,5 tahun sarana dan transportasi rel tidak dirawat optimal, apalagi dikembangkan. Selain itu, tak sedikit juga yang rusak akibat perang.

Pasca Kemerdekaan

Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu.
Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu dan mencegah penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.

Di jaman Orde Lama, transportasi kereta api dan trem masih diandalkan meskipun sudah tidak lagi secemerlang jaman Hindia-Belanda. Pembangunan jalur rel di dalam dan luar Jawa tidak pernah dilanjutkan, kalaupun ada itupun hanya perbaikan dan upgrade jalur yang relatif skala kecil. Namun didatangkan sarana baru seperti masuknya lokomotif uap D52 dan lokomotif diesel seperti CC200 menyusul D300,BB200,BB300 dan BB301 cukup banyak membantu dalam hal peremajaan lokomotif yang bisa digunakan baik di lintas utama dan cabang.

Orde Lama diakhiri tahun 1965 dan mulai memasuki Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Di jaman inilah perkeretaapian kita menurun drastis yang bisa dirasakan hingga kini. Dilakukan kerjasama dengan Jepang dalam hal pengembangan otomotif(mobil dan motor) mulai membuat kereta api dan trem makin suram. Salah satu hasil bentuk kerjasama otomotif ini adalah Kijang(Kerjasama Indonesia-Jepang). Racun itulah yang ditularkan ke masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1970an racun ini terus menular ke elemen masyarakat yang mengakibatkan “candu kendaraan pribadi” yang terus terjadi hingga kini. Nampaknya Orde Baru lebih berpihak ke Amerika Serikat yang notabene juga car-minded dan tidak suka menggunakan transportasi massal. Inilah cikal bakal kemacetan di kota besar Indonesia. Era ini transportasi perkotaan tidak pernah dikembangkan. Jalur kereta api cabang yang dahulu sangat ramai menjadi tulang punggung perekonomian lama-kelamaan makin sepi dan kalah bersaing dengan angkutan jalan. Sebuah pertanyaan yang perlu dijawab dengan akal sehat: Mengapa di jaman Orde Lama yang merupakan masa setelah kemerdekaan sekalipun kas negara masih pas-pasan untuk mengelola infrastruktur namun pemerintah justru jarang menutup jalur kereta api dan trem(kecuali faktor rusak jaman perang)? Jawabnya tentu mudah, sudah jelas bahwa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun memandang kereta api sebagai “musuh besar” transportasi jalan yang perlu dimatikan karena akan dilancarkannya penjualan otomotif di Indonesia yang mendapat keuntungan besar bagi pemerintah sendiri. Perkembangan kereta api jika dibandingkan negara lain sangat lambat karena pemerintah kurang berminat mengembangkan dan mengucurkan dana untuk transportasi kereta api. Dan tak usah heran jika Anda pernah merasakan jaman kereta api kita tidak manusiawi(terutama kelas ekonomi) yang mulai terasa sejak 1990an.

Trem uap di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
Trem uap dengan lokomotif B1503 eks KSM di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
kijang-presiden-1
Presiden Soeharto mencoba mobil pickup Kijang. Selain Toyota, merek Suzuki dan Daihatsu juga menyerbu Indonesia.
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an

(Bersambung)

6 thoughts on “Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 1

  1. Pingback: Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Indonesia Transportation and Heritage

  2. rIZKI

    sayang seribu sayang… sekarang banyak jalur kereta Api dan jalur Trem yang sudah mati. Sekarang rasakanlah macet ini !! Ayo hidupkan lagi kejayaan Kereta dan Trem di indonesia …

  3. Pingback: Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 2 – Sepurwagen

  4. Setuju banget.dampak kemacetan berlebinh yg merugikan ibu kota dan masyarakatnya.
    trnsportasinnya masal itu…sebenarnya harus diadakan pembatasan produksi/ model
    setiap bulannya.itulah sebab alasan
    masyarakat lebih tertarik untuk beli
    sebaiknya model baru itu..minimal 5 tahun sekali.
    lihatlah dampak terlalu ke banyakan otomotife, sebenarnya bukan menguntungkan tapi malah merugikan perkotaan dan kemacetan.serta polusi udara berlebih

Leave a comment