Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 2

Tak ada akses kereta api, ekonomi terhambat
Seperti yang dijelaskan pada postingan sebelumnya, jaman Hindia-Belanda perusahaan-perusahaan kereta api baik negara dan swasta memiliki membangun jalur relnya sampai ke dermaga pelabuhan dan area gudang barang. Setelah era kemerdekaan jalur-jalur tersebut ditutup sehingga tak ada lagi akses langsung kereta api. Ini tentunya menghambat arus lalu-lintas barang yang dikirim. Memang jaman sekarang bisa saja menggunakan sarana transportasi truk, namun penggunaan truk ini menimbulkan masalah baru dari segi ekonomis, sosial, dan perkotaan. Pertama, jika menggunakan truk dibutuhkan truk dalam jumlah banyak untuk mengangkut bongkar muat kontainer tiap saat, ini akan menimbulkan antrian panjang dan kemacetan jalan dan tol akses pelabuhan(terutama di Jakarta), akibatnya juga dapat meningkatkan angka kecelakaan dengan angkutan jalan lain.
Kedua, pengiriman barang menggunakan truk relatif mahal, bahkan tarifnya bisa lebih mahal dari pengiriman ekspor dan impor melalui kapal.
Penggunaan angkutan kereta api untuk pengangkutan barang jauh lebih efektif dan efisien karena selain dapat memuat jumlah besar dan cepat, juga dapat masuk langsung door to door ke area industri. Sayangnya di Indonesia tidak ada kawasan industri terpadu yang benar-benar terintegrasi dengan sarana kereta api akibat terlalu mengandalkan truk. Karena letak industri-industri di Indonesia tersebar tanpa ada zona tata kota yang jelas, akibatnya jika pengangkutan barang dengan kereta api lebih ribet karena tak bisa langsung mengakses area pabrik. Berbeda dengan jaman Hindia-Belanda dahulu dimana hampir tiap pabrik dan industri terkoneksi jalur rel. Padahal sarana pengangkutan kereta api adalah suatu hal modern. Jadi, secanggih apapun suatu industri jika tidak ada koneksi transportasi kereta barang sama saja omong kosong. Satu lagi, truk mengandalkan BBM untuk beroperasi sehingga mempengaruhi ongkos pengiriman barang industri, lain halnya dengan kereta api menggunakan solar industri(HSD) sebagai bahan bakar lokomotif diesel. Jangan heran jika harga barang-barang(termasuk produk impor) di Indonesia cukup mahal harganya, serta jika terjadi kenaikan BBM saja seperti beberapa waktu lalu, harga-harga barang ikut lompat naik.

Pangsa angkutan barang melalui kereta api hanya sekitar 10%, padahal kebutuhan tranportasi yang lancar cukup mendesak seiring padatnya angkutan barang. Sayangnya banyak pihak yang tidak niat menggunakan jasa angkutan rel karena dianggap tak efisien juga merugikan jasa transportasi truk(foto: Bima Pratama)
Pangsa angkutan barang melalui kereta api hanya sekitar 10%, padahal kebutuhan tranportasi yang lancar cukup mendesak seiring padatnya angkutan barang. Sayangnya banyak pihak yang tidak niat menggunakan jasa angkutan rel karena dianggap tak efisien juga merugikan jasa transportasi truk(foto: Bima Pratama)

Pembangunan transportasi kereta api tertinggal lebih dari 50 tahun
Bisa dibilang semenjak Orde Baru transportasi kereta api berkembang sangat lambat dan cenderung stagnan, bahkan dalam beberapa kasus seperti manajemen operasional mengalami penurunan. Teknologi perkeretaapian yang dipakai pun meski ada kemajuan seiring perkembangan jaman namun masih jauh dari harapan. Tak lagi secemerlang dan semaju jaman Hindia-Belanda. Pembangunan jalur kereta api baru di luar Jawa dan Sumatera tidak pernah dilakukan sampai era pemerintahan saat ini. Inilah cikal benih kemacetan di luar Jawa karena tak ada transportasi memadai. Padahal jika pembangunan transportasi berbasis rel diutamakan kemajuan suatu daerah tentu meningkat signifikan dan terhindar dari masalah kompleks nantinya.

Kemacetan yang makin parah
Negara berkembang tidak luput dengan kata macet. Ini dikarenakan jumlah kendaraan yang melampaui kapasitas jalan yang ada menjadi kepadatan. Berbagai negara-negara berkembang di dunia mulai menggalakkan angkutan massal kereta guna mengurai kemacetan. Kebanyakan macet terjadi di kota besar di Indonesia, tak hanya kota-kota besar saja, tetapi kota-kota sedang di sekitarnya ikut-ikutan padat pula contohnya Bogor dan Malang. Dari tahun ke tahun angka kemacetan di Indonesia makin parah akibat angka kendaraan pribadi(motor, mobil) yang meningkat tajam karena mudahnya memiliki kendaraan pribadi dengan adanya sistem kredit dan DP murah. Ironisnya, sarana transportasi publik di kota besar masih jauh dari layak. Ahok, Gubernur DKI Jakarta pernah mengatakan sebenarnya mengatasi kemacetan mudah saja tidak perlu membangun banyak jalan tol tetapi kembangkanlah jaringan transportasi berbasis rel dan baatsi kendaraan pribadi di jalan raya dengan sistem pajak dan Electronic Road Pricing(ERP) guna menekan kepadatan jalan. Langkah ini mulai dilakukan Jakarta secara bertahap dengan pembangunan transportasi rel Mass Rapid Transit(MRT) dan Light Rail Transit(LRT). Gustavo Petro, walikota Bogota, Kolumbia pernah berkata “A developed country is not a place where the poor have cars. Its where the rich use public transportation”, dimana negara maju bukan dimana warga tak mampu bisa memiliki mobil namun dimana warga kelas atas menggunakan transportasi umum. Ini tidak salah dan merupakan kondisi biasa di negara maju yang mengandalkan transportasi massal seperti di Eropa.

Jika sarana transportasi dapat diandalkan dan menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat sudah tentu secara otomatis masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya dan menggunakan transportasi publik. Tampak peta banyaknya rute kereta perkotaan S-Bahn(trem/LRT) dan U-Bahn(subway) di Berlin-Jerman.
Jika sarana transportasi dapat diandalkan dan menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat sudah tentu secara otomatis masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya dan menggunakan transportasi publik. Tampak peta banyaknya rute kereta perkotaan S-Bahn(trem/LRT) dan U-Bahn(subway) di Berlin-Jerman.

Syarat transportasi massal yang baik adalah :
1. Terintegrasi dengan kawasan pemukiman, CBD, dan industri.
2. Cepat dan tarif terjangkau
3. Dapat diandalkan dan nyaman sehingga dapat menggantikan kendaraan pribadi
4. Fleksibel dan menjangkau suatu kawasan urban hingga sub-urban

Kemacetan pada kota besar di Indonesia merupakan salah saatu yang terparah di dunia. Dari tahun ke tahun ada lebih dari 50.000 kendaraan baru yang meluncur ke jalan di Jakarta.
Kemacetan dan chaos pada kota besar di Indonesia(Jakarta dan Surabaya) merupakan salah satu yang terparah di dunia. Dari tahun ke tahun ada lebih dari 50.000 kendaraan baru yang meluncur ke jalan di Jakarta.

Transportasi massal kereta api berjenis MRT dan LRT memenuhi kriteria diatas jika dikelola dengan benar. Tidak hanya Jakarta yang membutuhkan MRT dan LRT sebagai solusi macet, namun kota-kota lain terutama di Jawa juga memerlukan angkutan rel dalam kota hingga daerah regional yang saling terhubung untuk memperlancar mobilisasi warga. Seperti yang dijelaskan pada pembahasan postingan sebelumnya, seluruh transportasi trem di Jawa ditutup pada era Orde Baru, praktis sejak itu transportasi roda karet merajalela. Kini sudah waktunya digalakkan transportasi massal rel perkotaan di Indonesia yang terintegrasi.

Surabaya dahulu sudah dirancang masterplan tata kota beserta transportasi massal trem nya jaman Hindia-Belanda sebagai antisipasi jangka panjang pertumbuhan kota(source: KITLV, Nederland)
Surabaya dan kota-kota lain dahulu sudah dirancang masterplan tata kota beserta transportasi massal trem nya jaman Hindia-Belanda sebagai antisipasi jangka panjang pertumbuhan kota(source: KITLV, Nederland)

Leave a comment