Stasiun Djoernatan SJS Kokoh nan Megah

Semarang selain sebagai markas perkeretaapian NIS juga merupakan markas trem SJS. Angkutan trem SJS melayani wilayah regional Semarang dari dalam kota Semarang terus ke arah timur melintasi kota-kota kecil serta menembus rimbunnya hutan jati Demak, Pati, Kudus, Tajoe, hingga Tjepoe. Sebagai pusat pemberangkatan trem uap utama, sebuah stasiun utama didirikan di Semarang di kawasan Djoernatan pada tahun 1882. Saat itu bangunannya masih sederhana, pada tahun 1903 masih berupa bangunan berbahan mayoritas kayu jati.

Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda “Insulinde” di sebelah kanan

Dekade berikutnya karena makin luasnya jaringan rel dan makin ramainya angkutan penumpang dan barang mendorong SJS untuk merenovasi stasiun utamanya guna mengakomodasi penumpang yang banyak. Bersamaan dengan proyek renovasi itu juga SJS mengembangkan luas area Remise dan Werkplaats SJS(Balai Yasa Pengapon) menata ulang layout relnya di kawasan Kemidjen dimana terdapat persilangan dengan jalur kereta api milik NIS. Tahun 1913, dilakukan pembangunan stasiun mewah tersebut. Tak tanggung-tanggung, stasiun baru berangka baja dan beratap sebagian kaca ini lebih luas areal emplasemen dan peron jika dibandingkan dengan stasiun terbesar NIS, Tawang NIS, padahal yang dilayani hanya trem uap rangkaian campuran yang tidak lebih dari 8 kereta/gerbong. Uniknya meskipun terletak pada ujung jalur akhir tetapi stasiun ini bukan merupakan jenis stasiun bertipe kopstation yang berdesain stasiun terminus melainkan bertipe paralel sama halnya dengan stasiun Tawang NIS. Sangat mewah jaman itu. Stasiun ini selanjutnya dikenal dengan stasiun Djoernatan Centraal SJS karena letaknya memang berada di pusat kota sejak dulu. Rangkaian trem uap semua jurusan mengawali dan mengakhiri perjalanannya disini. Untuk trem dalam kota Semarang melayani Djoernatan – Boeloe(melintasi Bodjong yang kini menjadi Jl.Pemuda Semarang) dan juga Djoernatan – Djomblang. Untuk kedatangan trem rangkaian panjang mampu dilakukan gerakan langsiran sampai spoor badug. Dari stasiun ini juga terdapat hubungan langsung ke areal bongkar muat barang dan pelabuhan melalui jalur sisi barat stasiun.

Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Lokasi stasiun Djoernatan, jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV)
Lokasi stasiun Djoernatan dari peta lama. Jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV nederland)
Peron stasiun yang panjang
Peron stasiun yang panjang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi kanan atas foto
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi atas foto, bagian kanan atas merupakan emplasemen Kemidjen dan emplasemen pertemuan jalur NIS dan SJS(source: tropenmuseum nederland)

Tahun 1940an jalur trem dalam kota Semarang ditutup karena kemungkinan dianggap kurang menguntungkan bagi SJS sehingga beberapa rollingstock nya dipindahkan ke OJS di Soerabaja. Dan setelah Indonesia merdeka, di tahun 1974 layanan kereta api jurusan Demak dipindahkan ke Semarang Tawang karena stasiun ini ditutup(jalur menuju Demak sendiri ditutup sekitar tahun 1980). Dan semenjak dipindah itu beralih fungsi menjadi terminal bus induk Semarang walaupun tak terlalu lama. Pada tahun 1980an stasiun ini dibongkar menjadi pertokoan Jurnatan. Sampai saat ini di atas salah satu kavling ruko terpasang logo PJKA Wijayakusuma bertuliskan “Sentral Jurnatan” sebagai penanda bahwa kompleks pertokoan tersebut dulunya adalah lokasi stasiun Jurnatan yang pernah berjaya melayani operasional trem SJS. Sungguh sangat disayangkan karena saat itu belum ada divisi PJKA yang menangani aset bersejarah sehingga cerita mengenai stasiun mewah ini hanya bisa dilihat melalui foto dan catatan sejarah saja.

Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal
Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal

Mengenal Lebih Dekat Lokomotif Uap SS600

Memasuki awal abad ke 20, kecepatan kereta api menjadi penting untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan. Pada masa itulah berkembang pesat teknologi pada lokomotif uap.

SS(Staatsspoorwegen) yang merupakan perusahaan kereta api negara mulai memikirkan cara untuk mempercepat waktu tempuh terutama rute Soerabaja-Batavia. Selain dibangunnya jalur baru Kroja – Cheribon mulai 1908, hampir bersamaan dengan proyek tersebut dipesan juga lokomotif uap cepat generasi awal dari Hanomag serta Hartmann di Jerman, dan Werkspoor asal Belanda sendiri. Didatangkan secara bergelombang sejak 1900 – 1908. Lokomotif ini menggunakan dua silinder compound. Silinder ini diklaim lebih efisien karena uap dari silinder tekanan tinggi disalurkan menuju ke silinder bertekanan rendah dan, kemudian baru dikeluarkan ke cerobong. Walaupun demikian, perawatan pada lokomotif ini ternyata cukup rumit. Lokomotif seri ini tidak lagi diproduksi sejak ditemukannya teknologi superheater. Lokomotif baru SS dua silinder compound dapat melaju sampai 75 km/jam dengan stabil. Lokomotif berkonfigurasi roda 4-4-0 ini mampu mengasilkan daya 415 HP. Bahan bakarnya adalah kayu jati. Berat siap lokomotif ini adalah 32 ton. Dengan roda penggerak berdiameter 1503 mm ini merupakan salah satu yang terbesar diantara lokomotif SS lainnya jaman itu. Uniknya lagi, lokomotif ini mirip dengan seri Prussian P4 gauge 1435 mm di Jerman yang secara fisik hampir identik. Total ada 44 buah yang didatangkan. SS memberi nomor seri SS300 dimana saat itu menjadi nomor urut kelas terbesar dari seluruh lokomotif yang dimiliki SS.

5099519573_5eb897cd9e
Foto pabrik SS325(spoorwegarchief, nederland)
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).(source: spoorwegarchief, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)

Lokomotif yang selanjutnya dilakukan penomoran ulang menjadi seri SS600 ini langsung menjadi populer dan sering dipergunakan menarik rangkaian kereta api di lintas utama, seperti Madioen – Kertosono, Maos – Kroja – Koetoardjo, dan Soerabaja – Pasoroean. Perlahan, seri SS600 mulai menggantikan peran seri lokomotif sebelumnya SS100-SS200(nomor DKA C11, C12, dan B50) yang sebelumnya merajai jalur lintas utama. Selain diperuntukkan menarik kereta penumpang juga dipergunakan kereta barang dan campuran cepat. Krisis ekonomi Hindia Belanda mulai 1929 mengakibatkan SS mengurangi operasional lokomotif-lokomotif uap lamanya, namun beruntung SS600 berhasil dikonversi dan tetap digunakan bersama-sama dengan lokomotif SS yang lebih baru didatangkan.

Nomor Awal Nomor Akhir Nomor DKA Tahun Pabrik Pembuat Nomor pabrik
SS284 – 291 SS601 – 608 B5101-08 1900 Hanomag 3358-3365
SS300 – 307 SS609 – 616 B5109-16 1902-3 3863-3870
SS308 – 311 SS617-620 B5117-20 1903 4025-4028
SS317 – 322 SS621-626 B5121-26 1905 Hartmann 2896-2901
SS323 – 328 SS627-632 B5127-32 1905 Hanomag 4316-4321
SS338 – 340 SS634-636 B5133-35 1907 Werkspoor 178-180
SS345 – 346 SS637-638 B5136-37 1908 Hartmann 3154-3155
SS365 – 366 SS643-644 B5138-39 1910 Werkspoor 248-249
SS337 SS633 B5151 1907 177
SS351 – 354 SS639-642 B5152-55 1908 188-191

Pada masa penjajahan Jepang, satu lokomotif SS600 dipindahkan ke jalur Muaro – Pekanbaroe untuk menarik kereta batubara yang akhirnya ditutup pada September 1945. Setelah kemerdekaan, lokomotif SS600 diubah penomorannya secara resmi oleh DKA menjadi B51. Karena masuknya lokomotif-lokomotif baru maka lokomotif uap B51 hanya diperbolehkan menarik kereta lokal di lintas cabang Jombang – Babat – Tuban, Cepu – Bojonegoro, termasuk Tanahabang – Rangkasbitung – Merak.

Siap melayani kereta wisata Ambarawa - Tuntang
B5112 siap melayani kereta wisata Ambarawa – Tuntang(source: Heritage PT.KAI)

Salah satu lokomotif B51, yaitu nomor 12 yang pada jaman PJKA menghuni Dipo Cepu dipindahkan ke museum Ambarawa mulai 1976 dan menjadi monumen koleksi statis. Beruntung sekali pada tahun 2011 Divisi Heritage PT.KAI mengadakan penghidupan lokomotif uap lagi untuk wisata guna mengembangkan museum Ambarawa. Dan ternyata B5112 terpilih karena ketel uapnya masih baik. Setelah menjalani 2 tahun masa restorasi oleh tim ahli lokomotif uap Ambarawa seperti penggantian komponen penggerak hingga perbaikan tampilan fisik sesuai aslinya, maka pada tahun 2013 sudah siap layak jalan kembali. Kini lokomotif B5112 diberi nama lokomotif “SUN” oleh Dirut KAI Jonan pada saat ulang tahun ke 69 PT.KAI tanggal 28 September 2014.

Kalau anda ingin menyaksikan kegagahan lokomotif uap yang sudah berusia 113 tahun ini silahkan berkunjung dan sempatkan naik kereta wisata di Ambarawa!

Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 1

Tidak banyak orang mengetahui bahwa Indonesia pernah memiliki sarana transportasi masa depan yang luar biasa di jaman kolonial Hindia-Belanda yang berhasil mengembangkan pesat ekonomi dan menumbuhkan kota-kota besar di Indonesia khususnya di Jawa. Contohnya, kota Bandung awalnya tak lebih dari sebuah desa kecil di tengah pegunungan Priangan yang diselubungi hutan hujan lebat namun semenjak dibangun jalur rel menghubungkan kota lainnya menjadikan Bandung kota besar tempat wisata dan tinggal hingga menjadi kota metropolitan seperti sekarang. Berkat transportasi ini juga arus barang hasil perkebunan dan pertambangan jaman itu mudah diangkut dengan cepat dan mudah dari pedalaman ke kota pelabuhan seperti Surabaya, Semarang, Jakarta, dan juga Panarukan. Transportasi yang dimaksud ialah transportasi berbasis rel(kereta api, trem, dan sejenisnya).

Sejarah singkat
Awalnya sarana transportasi hanya menggunakan kereta kuda dan pedati sebagai sarana pengangkutan orang dan barang, tentunya memakan waktu yang lama, bahkan perjalanan dari Soerabaja ke Batavia di tahun 1800 bisa memakan waktu berhari-hari sementara kebutuhan pengangkutan barang hasil bumi kian bertambah. Diputuskan untuk membangun rel kereta api seperti di Eropa yang menyelesaikan masalah transportasi. Ada banyak pihak yang setuju dan tidak dalam pembangunan ini, setelah perdebatan cukup lama akhirnya berhasil juga dibangun pada 17 Juni 1864 oleh NIS(Nederlandsch-indische Spoorweg Maatschappij) ditandai dengan pencangkulan pertama rel oleh Baron Sloet van de Beele di Desa Kemidjen-Semarang, Jawa Tengah. Pemerintah ikut campur tangan dengan mendirikan perusahaan kereta api SS(Staatsspoorwegen) mulai 1875. Dalam kurun waktu 50 tahun berhasil dibangun lebih dari 7000 km jalur kereta api dan trem yang menghubungkan kota-kota dan pedalaman nyaris di seluruh Jawa yang dikelola tak kurang dari 20 perusahaan kereta api swasta. Bahkan di pulau Sumatera, Sulawesi, bahkan Kalimantan dan Papua juga dibangun jalur rel termasuk jalur rel pertambangan/perkebunan. Trem perkotaan juga malang-melintang dimana-mana seperti kota Batavia, Semarang, Soerabaja, Malang, dan masih banyak lagi. Sarana transportasi rel di Hindia-Belanda mencapai puncak kejayaan di tahun 1925-1935 dimana saat itu sudah menjadi alat transportasi vital bagi warga(orang Eropa dan orang pribumi) Hindia-Belanda. Teknologi kereta api terus dikembangkan hingga masuknya kereta listrik di Batavia tahun 1924(namun sebelumnya tahun 1910 sudah ada trem listrik di Batavia oleh NITM). Ini menjadikan kereta api paling maju se-Asia bahkan menurut beberapa sumber teknologi kereta listrik terkini belum digunakan di negeri Belanda. Diluncurkan juga kereta cepat se-Asia Eendaagsche Expres mulai tahun 1929. Banyak orang Eropa yang sekedar berwisata ke negeri tropis ini mengungkapkan kekagumannya akan jalur rel yang tersusun rapi dan terencana di Jawa untuk memudahkan mobilitas transportasi ke seluruh pelosok kota. Meskipun mobil Eropa dan angkutan jalan mulai masuk namun tak mampu mengalahkan transportasi rel saking majunya infrastruktur kereta api.

Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek - Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek – Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok pada 7 September 1926. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!
Deretan lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit(decauville) menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!

Semenjaknya invasi Jepang masuk ke Indonesia beberapa jalur kereta api dan trem dibongkar seperti Makassar-Takalar(Sulawesi Selatan) dan Kalianget-Pamekasan(Madura) untuk keperluan transportasi perang di tempat lain terutama di Asia Tenggara. Titik inilah terjadi penurunan perkeretaapian kita karena selama sekitar 3,5 tahun sarana dan transportasi rel tidak dirawat optimal, apalagi dikembangkan. Selain itu, tak sedikit juga yang rusak akibat perang.

Pasca Kemerdekaan

Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu.
Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu dan mencegah penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.

Di jaman Orde Lama, transportasi kereta api dan trem masih diandalkan meskipun sudah tidak lagi secemerlang jaman Hindia-Belanda. Pembangunan jalur rel di dalam dan luar Jawa tidak pernah dilanjutkan, kalaupun ada itupun hanya perbaikan dan upgrade jalur yang relatif skala kecil. Namun didatangkan sarana baru seperti masuknya lokomotif uap D52 dan lokomotif diesel seperti CC200 menyusul D300,BB200,BB300 dan BB301 cukup banyak membantu dalam hal peremajaan lokomotif yang bisa digunakan baik di lintas utama dan cabang.

Orde Lama diakhiri tahun 1965 dan mulai memasuki Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Di jaman inilah perkeretaapian kita menurun drastis yang bisa dirasakan hingga kini. Dilakukan kerjasama dengan Jepang dalam hal pengembangan otomotif(mobil dan motor) mulai membuat kereta api dan trem makin suram. Salah satu hasil bentuk kerjasama otomotif ini adalah Kijang(Kerjasama Indonesia-Jepang). Racun itulah yang ditularkan ke masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1970an racun ini terus menular ke elemen masyarakat yang mengakibatkan “candu kendaraan pribadi” yang terus terjadi hingga kini. Nampaknya Orde Baru lebih berpihak ke Amerika Serikat yang notabene juga car-minded dan tidak suka menggunakan transportasi massal. Inilah cikal bakal kemacetan di kota besar Indonesia. Era ini transportasi perkotaan tidak pernah dikembangkan. Jalur kereta api cabang yang dahulu sangat ramai menjadi tulang punggung perekonomian lama-kelamaan makin sepi dan kalah bersaing dengan angkutan jalan. Sebuah pertanyaan yang perlu dijawab dengan akal sehat: Mengapa di jaman Orde Lama yang merupakan masa setelah kemerdekaan sekalipun kas negara masih pas-pasan untuk mengelola infrastruktur namun pemerintah justru jarang menutup jalur kereta api dan trem(kecuali faktor rusak jaman perang)? Jawabnya tentu mudah, sudah jelas bahwa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun memandang kereta api sebagai “musuh besar” transportasi jalan yang perlu dimatikan karena akan dilancarkannya penjualan otomotif di Indonesia yang mendapat keuntungan besar bagi pemerintah sendiri. Perkembangan kereta api jika dibandingkan negara lain sangat lambat karena pemerintah kurang berminat mengembangkan dan mengucurkan dana untuk transportasi kereta api. Dan tak usah heran jika Anda pernah merasakan jaman kereta api kita tidak manusiawi(terutama kelas ekonomi) yang mulai terasa sejak 1990an.

Trem uap di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
Trem uap dengan lokomotif B1503 eks KSM di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
kijang-presiden-1
Presiden Soeharto mencoba mobil pickup Kijang. Selain Toyota, merek Suzuki dan Daihatsu juga menyerbu Indonesia.
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an

(Bersambung)

Jalur Trem Malang Stoomtram Pembelah Taman Raksasa

Sejuknya udara Gemeente(kota) Malang membuat banyak orang-orang Eropa betah tinggal di kota Malang, selain menjadi tempat wisata juga berkembang menjadi kota tempat tinggal. Apalagi semenjak dibangunnya jalur rel kereta api dari Soerabaja dan diteruskan ke Blitar, kota teramai kedua setelah Soerabaja ini makin berkembang pesat. Maka seiring perkembangan jaman dibutuhkan sarana transportasi yang memadai untuk menghubungkan pusat kota dengan kota-kota kecil disekitarnya.
MS sebagai perusahaan swasta(partikelir) didirikan pada 14 November 1897 dan berkantor pusat di Djagalan. MS merupakan satu asosiasi perusahaan trem dengan KSM(Kediri Stoomtram Maatschappij) yang mengoperasikan tremnya trayek Kediri – Pare – Djombang dan sekitarnya. Setelah mendapat konsesi dari pemerintah Hindia-Belanda maka MS segera membangun jalur tremnya. Namun karena keterbatasan dana maka pembangunan dilakukan bertahap seluruh jalurnya baru bisa diselesaikan tahun 1908.
1. Singasari – Blimbing – Djagalan
2. Blimbing – Toempang
3. Djagalan – Gondanglegi
4. Gondanglegi – Dampit
5. Gondanglegi – Kepandjen

Jarak dan Pembukaan Jalur Trem MS

  1. Malang – Boeloelawang(11 km), dibuka 14 November 1897.
  2. Boeloelawang – Gondanglegi(12 km), dibuka 4 Februari 1898.
  3. Gondanglegi – Talok(7 km), dibuka 9 September 1898.
  4. Talok – Dampit(8 km), dibuka 14 Januari 1899.
  5. Gondanglegi – Kepandjen(17 km), dibuka 10 Juni 1900.
  6. Tumpang – Singasari(23 km), dibuka 27 April 1901.
  7. Malang – Blimbing(6 km), dibuka 15 Februari 1903.
  8. Sedajoe – Toeren(1 km), dibuka 25 September 1908.

Total, ada 85 km jalur trem yang dibangun. Trem uap MS melayani angkutan penumpang dan barang. Barang yang diangkut kebanyakan adalah hasil perkebunan di sekitar Malang seperti tebu. Salah satu suikerfabriek(pabrik gula) yang bekerjasama dengan MS adalah Pabrik Gula Krebet. Selain itu terdapat koneksi dengan jalur kereta api negara SS(Staatsspoorwegen) untuk memudahkan penumpang berganti dari kereta api ke trem atau sebaliknya guna melanjutkan perjalanannya, yakni stasiun Malang SS(Kotalama), Singasari dan Kepandjen. Untuk Singasari dan Kepandjen MS mendirikan halte perhentian sendiri yang berdekatan dengan Halte kereta api SS.

Ir. Diederik Johannes Maximilianus Govert, orang Belanda kelahiran 30 Juli 1884, menjabat sebagai direktur MS tahun 1931-1935.(source: iisg, nederland)
Ir. Diederik Johannes Maximilianus Govert, orang Belanda kelahiran 30 Juli 1884, menjabat sebagai direktur MS tahun 1931-1935.(source: iisg, Nederland)
Kantor pusat MS tahun 1923 dan jajaran direksi MS, kantor ini merupakan hasil renovasi dari bangunan kantor yang sebelumnya berpilar besi.
Kantor pusat MS tahun 1923 dan jajaran direksi MS, kantor ini merupakan hasil renovasi dari bangunan kantor yang sebelumnya berpilar besi.(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Pegawai pribumi di perhentian trem Kendalpajak tahun 1919. Sayangnya bangunan perhentian ini kini telah dibongkar.(source: Universiteit Leiden)
Pegawai pribumi di perhentian trem Kendalpajak tahun 1919. Sayangnya bangunan perhentian ini kini telah dibongkar.(source: Universiteit Leiden)

Dalam perjalanannya biasanya satu rangkaian trem terdiri dari beberapa kereta dan gerbong barang(rangkaian campuran). Ada 3 kelas kereta yang ditawarkan. Jalur trem uap membelah pusat kota Malang dan ada petak yang berada di tengah-tengah jalan raya yaitu lintas Blimbing – Djagalan. Sementara di lintas tertentu seperti Blimbing – Singasari dan Toeren – Dampit karena jalan raya tidak semuanya datar maka posisi rel terkadang berada di sebelah jalan raya dan dibangun tanggul atau jembatan agar jalur rel tidak ikut menanjak. Perjalanan dari Malang hingga Dampit membutuhkan waktu kira-kira hampir 2 jam karena banyaknya perhentian dan adanya proses langsir posisi lokomotif di stasiun Gondanglegi.

Jembatan trem di Kendalpajak menyeberangi Kali Brantas
Jembatan trem di Kendalpajak menyeberangi Kali Brantas
Rel trem dengan ballast di Tjelaket, dekat pertigaan ke Batoe
Rel trem dengan ballast di Tjelaket, dekat pertigaan ke Batoe.(source: Tropenmuseum, Nederland)
Traksi ganda MS23 dan MS24 melintas tengah kota Malang di kawasan Kajoetangan pada 26 Juli 1939. Saat itu dikeluarkan peraturan membunyikan peluit lokomotif terus-menerus untuk memberi tanda bahwa ada trem uap yang lewat(source: KITLV)
Traksi ganda MS23 dan MS24 melintas tengah kota Malang di kawasan Kajoetangan pada 26 Juni 1939. Saat itu dikeluarkan peraturan membunyikan peluit lokomotif terus-menerus untuk memberi tanda bahwa ada trem uap yang lewat(source: KITLV)
Trem uap MS melintasi aloen-aloen Malang yang jalurnya memotong diagonal.(source: KITLV)
Trem uap MS melintasi aloen-aloen Malang yang jalurnya memotong diagonal.(source: KITLV)
Gondanglegi merupakan stasiun yang ramai angkutan penumpang dan barang karena terdapat percabangan dari Malang ke Dampit dan Kepandjen. Tampak suasana stasiun Gondanglegi pada tahun 1919.(source:KITLV)
Gondanglegi merupakan stasiun yang ramai angkutan penumpang dan barang karena terdapat percabangan dari Malang ke Dampit dan Kepandjen. Tampak suasana stasiun Gondanglegi pada tahun 1919.(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Melintasi Kali Lesti di Talok ke arah Dampit(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Melintasi Kali Lesti di Talok ke arah Dampit(source: Universiteit Leiden, Nederland)

Daftar Perhentian Trem MS

Malang – Singasari

  1. Malang Djagalan
  2. Aloen-aloen
  3. Zijweg naar Batoe(pertigaan ke Batu di Celaket)
  4. Rampal
  5. Lowokwaroe
  6. Glintoeng
  7. Blimbing
  8. Ardjosari
  9. Karanglo
  10. Mondoroko
  11. Singasari SS
  12. Singasari Pasar
  13. Singasari MS

Malang – Gondanglegi – Dampit

  1. Malang Djagalan
  2. Malang SS(Kotalama)
  3. Lowokdoro Kacoek
  4. Kendalpajak
  5. Sempalwadak
  6. Boeloelawang
  7. Krebet
  8. Boeloepajoeng
  9. Ketawang
  10. Gondanglegi
  11. Sepandjang
  12. Sedajoe
  13. Toeren
  14. Talok
  15. Remboen
  16. Pamotan
  17. Dampit

Blimbing – Toempang

  1. Blimbing
  2. Wendit
  3. Boegis
  4. Boenoet
  5. Pakis I
  6. Pakis II
  7. Pasir
  8. Tjokro
  9. Jeroe
  10. Malangsoeko
  11. Toempang

Gondanglegi – Kepandjen

  1. Gondanglegi
  2. Gondanglegi Pasar
  3. Bandjarredjo II
  4. Brongkal I
  5. Brongkal II
  6. Kanigoro
  7. Jambe Gede
  8. Boemiajoe
  9. Senggoeroeh
  10. Djenggolo
  11. Mangir
  12. Panggoengredjo
  13. Kepandjen MS
  14. Kepandjen SS
Peta rute jalur trem MS berwarna merah.(map source: Universiteit Leiden, Nederland)
Peta rute jalur trem MS berwarna merah, sedangkan jalur kereta api SS berwarna hitam tebal.(map source: Universiteit Leiden, Nederland)

Direktur Eksploitasi yang pernah menjabat

Bakker, J. (1896-1897)
Textor, J.P. (1897-1898)
Geene, L.J.R. (1898-1902)
Everts, F.W. (1902-1907)
IJsseldijk, E. van (1907-1915)
Wins, M. (1915-1931)
Slingelandt, D.J.M.G., baron van (1932-1934)
Madarasz, J. (1935-1942, 1946)
Lokomotif penarik trem uap

Lokomotif trem MS semuanya dipesan dari Hohenzollern, perusahaan pembuat lokomotif ternama di Jerman. Untuk lokomotif tipe C lebih sering digunakan untuk rute ke Singasari karena memiliki tenaga yang lebih kuat, sedangkan tipe B dipakai di lintas yang relatif datar dan tidak terlalu menanjak seperti Malang – Gondanglegi – Dampit.

Nomor asli Nomor DKA Susunan Roda Tahun Pabrik Pembuat Nomor Pabrik
MS 1 – MS 5 B1701 – B1705 0-4-0Tr 1897-1898 Hohenzollern, Jerman 960 – 964
MS 6 – MS 7 B1706 – B1707 1899 1050 – 1051
MS 8 – MS 9 B1708 – B1709 1900 1321 – 1322
MS 13 B1710 1900 1326
MS 10, MS 12 B2401 – B2402 1902 1323, 1325
MS 11 1902 1324
MS 14 D1101 0-8-0T 1913 3040
MS 15 D1102 1914 3206
MS 16 – MS 18 D1103 – D1105 1920 4072 – 4074
MS 19 – MS 21 D1106 – D1108 1921 4086 – 4088
MS 22 – MS24 D1109 – D1111 1924 4506 – 4508

Jalur trem cukup vital bagi warga kota Malang dan sekitarnya jaman itu, bahkan MS sempat merencanakan jalurnya diteruskan ke Lawang namun gagal karena medannya cukup berat untuk dilalui kereta api sekelas trem uap.

Source: A.E Durrant, Lokomotif Uap, 1971

Jalur Rel Elevated Soerabaja Sudah Direncanakan Sejak Jaman SS!

Kalau ada kesempatan jalan-jalan di kota Surabaya coba lihatlah viaduk kereta api di Jl.Pahlawan dekat Tugu Pahlawan, dan cobalah telusuri jalur rel sampai ke viaduk Jl.Gembong-Bunguran. Nampak kokoh bangunan viaduk beton menantang jaman hingga kini. Ya, itulah jalur layang kereta api yang dibangun SS(Staatsspoorwegen) guna mengurangi kepadatan jalan raya akibat menunggu kereta api lewat di perlintasan.

Awalnya jalur rel Soerabaja – Kalimas yang dibangun tahun 1890-1900 berguna untuk angkutan kereta barang termasuk aktivitas langsiran. Disusul juga jalur ke arah Fort Prins Hendrik(sekarang Benteng). Bersamaan dengan era tersebut NIS(Nederlandsch-Indische Spoorweg Mij) membuka jalur kereta apinya dari Lamongan ke stasiun Soerabaja NIS(sekarang stasiun Pasar Turi). Saat itu jalur rel SS belum sepenuhnya terhubung ke Soerabaja NIS dikarenakan memang keduanya perusahaan yan berbeda. Berkembangnya jaman membuat kian padat jalan-jalan di kota Soerabaja yang dilintasi rel kereta api, apalagi ada juga jalur trem yang memotong juga jalur kereta api SS yaitu di Passar Besar weg(sekarang Jl.Pahlawan). Puncaknya awal 1920 sudah membuat macet jalan raya karena selain sepeda, kereta kuda, dan pedati mobil mulai populer di Soerabaja. Mobil bersaing dengan kereta kuda ditambah lagi ada trem listrik yang lewat. Tentu ini menyebabkan suatu bottleneck jaman itu(apalagi sekarang) karena efeknya bisa macet panjang.

Parade melewati perlintasan kereta api Pasar Besar sekitar tahun 1910
Parade melewati perlintasan kereta api Pasar Besar sekitar tahun 1910.
Di lokasi yang sama sekitar tahun 1925, kemacetan panjang terjadi. Mobil perlu bersaing dengan kereta kuda, belum lagi trem listrik harus diuatamakan. Sebuah permasalahan yang harus dipecahkan secara sistematis.
Di lokasi yang sama sekitar tahun 1925, tampak kereta api baru lewat dan kemacetan panjang terjadi. Mobil perlu bersaing dengan kereta kuda, belum lagi trem listrik harus diuatamakan. Sebuah permasalahan yang harus dipecahkan secara sistematis.

Melihat hal ini SS memikirkan untuk memecahkan solusi kemacetan karena menunggu perlintasan kereta api. Memang, sudah sejak awal sebelumnya SS membangun jalur relnya dipinggir kota agar tidak mengganggu aktivitas lalu-lintas kota. Jadi saat itu sisi timur lintas Soerabaja – Wanakrama sudah termasuk distrik Djabakota(luar kota) yang jarang ditemui pemukiman. Tetapi memasuki 1900 sudah mulai bertumbuh kota di sisi timur jalur rel SS. Maka mulai 1920 diputuskan membuat jalur layang Sidotopo – Kalimas/Soerabaja NIS dengan membuat viaduk-viaduk beton dan jembatan baja. Rancangan viaduk Aloen-aloen straat Pasar Besar ini dikerjakan G.C Citroen tahun 1924, seorang arsitek terkenal yang merancang bangunan-bangunan lain di Soerabaja seperti Balai Kota dan jembatan Simpang Goebeng. Peresmian viaduk sekaligus jalur layang ini dilakukan pada 28 Oktober 1926 dan dihadiri pejabat SS. Jadi sekarang tidak perlu lagi membuang waktu menunggu perlintasan kereta api, selain itu lalu-lintas kereta api juga tidak terganggu.

Viaduk beton di Gembong sebagai jalur layang Sidotopo - Kalimas, tidak banyak berubah hingga kini.
Viaduk beton di Gembong sebagai jalur layang Sidotopo – Kalimas dipotret dari sisi selatan, tidak banyak berubah hingga kini.(source: Universiteit Leiden)

Tak hanya berhenti sampai itu aja, SS ternyata juga meninggikan jalur rel Goebeng SS – Wanakrama membentuk tanggul tinggi seperti halnya yang masih bisa kita lihat di Jl.Nias, ada juga viaduk Kertajaya yang masih asli hingga kini. Tahun 1930an SS sudah mempersiapkan viaduk lain, yaitu untuk jalur shortcut Kalimas – Goebeng SS guna mengembangkan jalur rel perkotaan di Soerabaja. Sayang sekali karena adanya Perang Dunia II dan masuknya Jepang ke Indonesia SS belum sempat menyelesaikan jalur baru ini. Sisanya adalah viaduk di perlintasan kereta api Jl.Ngaglik yang sudah dipersiapkan untuk jalur ganda namun belum sempat dipasang rel diatasnya.

Peresmian kereta pertama yang melintas viaduk dan kereta terakhir yang melintas perlintasan jalur bawah. Jalur lama berada di utara viaduk dan ditutup SS semenjak viaduk dibuka. Tampak trem listrik OJS menyaksikan acara tersebut.(source: KITLV)
Peresmian kereta pertama yang melintas viaduk dan kereta terakhir yang melintas perlintasan jalur bawah. Jalur lama berada di utara viaduk dan ditutup SS semenjak viaduk dibuka. Tampak trem listrik OJS menunggu jalan dibuka.(source: KITLV)
Meriahnya pembukaan jalur atas selain dirayakan petinggi Belanda juga disaksikan kaum pribumi.(source: KITLV)
Meriahnya pembukaan jalur atas selain dirayakan petinggi Belanda juga disaksikan kaum pribumi.(source: KITLV)
Trem listrik melintas dibawah viaduk Pasar Besar. Jika malam hari viaduk ini akan menyala indah karena dipasang rangkaian lampu.
Trem listrik melintas dibawah viaduk Pasar Besar yang mulai dibangun tahun 1924. Jika malam hari viaduk ini akan menyala indah karena dipasang rangkaian lampu.(source: Universiteit Leiden)

Sayangnya hingga kini proyek elevated kereta api di Surabaya hanya sebatas wacana. Kalau jaman dulu saja sudah kondisi padat namun ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah Hindia-Belanda, bagaimana dengan tingkat kepadatan kondisi jalan raya sekarang? Memang, sudah selayaknya jalur kereta perkotaan bebas hambatan dan dibangun elevated mengingat padatnya lalu-lintas jalan-jalan kini yang menyebabkan banyaknya kecelakaan akibat cerobohnya pengguna jalan menyeberangi perlintasan.

Menikmati Indahnya Jawa dengan Eendaagsche Expres

Kota Batavia dan Soerabaja menjadi tantangan bagi perusahaan kereta api negara SS(Staatspoorwegen) untuk menyediakan sarana transportasi bagi penglaju dan pengusaha terutama orang-orang Eropa. Setelah selesainya jalur sambungan dari Batavia ke Soerabaja, diadakan kereta api dari Soerabaja ke Batavia mulai tahun 1894 memakan waktu 2 hari perjalanan(28-29 jam sampai 32,5 jam). Lama sekali? Penyebabnya adalah kereta api tidak diperbolehkan untuk berjalan di malam hari karena faktor alasan keamanan misalnya jalurnya yang tidak berpagar, bahaya tanah longsor sampai hujan tropis. Faktor lainnya adalah SS juga belum mempercayai kaum pribumi menjadi staf dan pengatur lalu-lintas kereta api untuk mengoperasikan keretanya di waktu malam. Jadi semua kereta api berhenti beroperasi jam 6 atau jam 7 malam. Prosedur ini terus berlanjut sampai tahun 1918. Di era tersebut SS menjalankan kereta api “Java Expres” Soerabaja – Batavia, kereta api dari Soerabaja sesampainya di Bandoeng hari sudah gelap sehingga para penumpang menginap di hotel terdekat dari stasiun. Baru keesokan harinya melanjutkan perjalanan ke Batavia. Begitu juga untuk kereta api dari Batavia sesampainya di Djogjakarta harus berhenti dan menginap untuk melanjutkan perjalanan pagi harinya ke Soerabaja. Tak hanya itu, pada jalur lintas Djogjakarta-Soerakarta memiliki perbedaan gauge(lebar sepur) membuat penumpang harus oper dari kereta SS ke kereta api milik NIS yang lebar sepurnya 1435 mm. Perjalanan ini adalah suatu kemajuan hebat mengingat sebelum adanya kereta api di Djawa perjalanan kedua kota besar tersebut memakan waktu 2 minggu karena menggunakan dokar dan pedati.
Tak berselang lama kemudian pada 6 Februari 1896 lama perjalanan berkurang menjadi 24 jam. Jadi Soerabaja-Maos bisa ditempuh dalam sehari dan Maos-Batavia di hari berikutnya, demikian untuk sebaliknya. Selain penumpang, angkutan barang juga perlu dipindahkan di Djogja dan Solo karena pergantian kereta api. Seorang pimpinan SS, J.K. Kempees pernah mengharapkan andai saja bisa dilakukan pembangunan jalur kereta api oleh SS lintas Soerabaja-Semarang-Cheribon-Batavia agar dapat dipercepat tetapi tidak pernah terealisasi karena adanya UU Jalur trem yang memungkinkan operasional jalur Semarang-Cirebon sebagai jalur trem.

Jalur rel yang berliku-liku di Preanger(Parahyangan) menjadi salah astu penyebab lamanya perjalanan kereta api(source:KITLV)
Jalur rel yang berliku-liku di Preanger(Parahyangan) menjadi salah astu penyebab lamanya perjalanan kereta api(source:KITLV)

Dibukanya jalur baru dari Cheribon – Proepoek – Poerwokerto – Kroja pada 1 Januari 1917 membuat waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi 17 jam, dikarenakan kereta api dari dan ke Batavia tidak perlu lagi melintasi jalur Parahyangan sampai Bandoeng yang medannya berat. Tahun 1920an SS melakukan proyek besar diantaranya memasang jalur rel selebar 1067 mm disamping jalur NIS Djogjakarta – Soerakarta dan pengembangan stasiun Batavia Zuid(sekarang stasiun Jakartakota), selain itu didatangkan pula lokomotif-lokomotif uap baru yang lebih cepat dan bertenaga. Akhirnya tahun 1929 selesai sudah proyek tersebut.

Untuk merayakan selesainya pemasangan lintas Djogja – Solo tadi, diluncurkan kereta api “Eendaagsche Expres” yang merupakan kereta cepat Soerabaja – Batavia kelas mewah. Kereta ini diartikan SS “berjalan sepanjang matahari bersinar dari pagi sampai sore”. Perjalanan perdana tanggal 1 November 1929 dihadiri pejabat peringgi SS yang ikut serta naik dalam kereta. Sepanjang 13,5 jam perjalanan masyarakat antusias menyambut kereta ini. Eendaagsche Expres yang melaju dengan kecepatan maksimal 100 km/jam di lintas Cheribon – Proepoek ini menyelesaikan perdannya di sore hari menjelang malam. Para penjemput dan wartawan berita surat kabar di Soerabaja ternyata sudah berjam-jam sebelumnya menunggu tibanya Eendaagsche Expres di stasiun Goebeng SS dan Soerabaja SS.

Formasi rangkaiannya terdiri dari kelas I, kelas II, kereta restauratie(kereta makan) dan bagasi. Total panjangnya dapat mencapai 10 kereta. Untuk memanjakan para penumpangnya interior kereta dan kabinnya dibuat mewah bergaya kereta ekspres di Eropa jaman itu. Ada kursi berjok kulit, fasilitas pendingin udara dari es batu yang disalurkan ke kereta. Selain itu tentunya tersedia menu makanan khas Djawa dan Eropa yang dapat dipesan di kereta makan sembari menikmati panorama sepanjang perjalanan. Para penumpang dapat menggunakan jasa telegraf di kereta untuk keperluan komunikasi. Eendaagsche Expres selain dari Batavia juga melayani sampai Bandoeng, dimana jika kereta dari Soerabaja setibanya di stasiun Kroja rangkaiannya ada yang dipisah untuk menuju Bandoeng dan satu lagi melanjutkan perjalanan ke Batavia, begitu sebaliknya kereta menuju Soerabaja kedatangan kedua kereta akan digabung. Dan lagi, untuk mengakomodasi penumpang di kota yang dilalui lintas cabang, para penumpang dapat melakukan perjalanan estafet/oper dengan kereta lokal dari dan ke stasiun lintas utama perhentian Eendaagsche Expres. Ini dikarenakan SS membuat penyesuaian jadwal kereta lokal dengan jadwal tibanya Eendaagsche Expres di stasiun pertemuan lintas utama dan lintas cabang.

Perjalanan perdana Eendaagsche Expres 1 November 1929 dari Batavia
Perjalanan perdana Eendaagsche Expres 1 November 1929 dari Batavia
Interior kereta kelas I
Interior kereta kelas I
Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres
Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres(source: tropenmuseum-nederland)

Sebagai kereta bendera SS yang diandalkan, Eendaagsche Expres menggunakan lokomotif uap cepat kebanggan SS. Lokomotif penarik dilakukan pergantian sebanyak 4 kali. Untuk Soerabaja – Madioen – Djogjakarta digunakan SS1000(C53), Poerwokerto – Proepoek diganti SS1600(CC50) karena jalurnya menanjak, Proepoek – Cheribon – Batavia menggunakan SS700(C50). Untuk lintas Bandjar – Bandoeng mulanya digunakan SS1700(C30) lalu diganti SS dengan SS900(D50). Di stasiun pergantian lokomotif, sudah siap sedia lokomotif pengganti sehingga tak perlu waktu berlama-lama berhenti hanya untuk mengganti lokomotif. Secara perlahan SS berhasil mempersingkat waktu tempuh menjadi 12 jam di tahun 1934. Pada tahun 1939 SS berhasil mempercepat perjalanan lagi hingga mencetak rekor 11 jam 27 menit dengan rata-rata kecepatan perjalanan 71,7 km/jam. Makin cepatnya kereta api sesuai dengan semboyan SS “Steeds Sneller“. Rekor ini ternyata menjadi kereta tercepat se-Asia pada masa itu. Tentunya SS sangat bangga dengan prestasi ini.

Dua kereta Eendaagsche baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng
Dua kereta Eendaagsche perdana baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng

Tarif sekitar tahun 1934 (termasuk tuslah)

Batavia – Soerabaja
kelas I : ƒ 40.10
kelas II : ƒ 27.70
kelas III : ƒ 11.54

Bandoeng – Soerabaja
kelas I : ƒ 34.40
kelas II : ƒ 23.90
kelas III : ƒ 10.28

Jadwal Eendaagsche Expres tahun 1939

Batavia – Soerabaja

Stasiun Datang Berangkat
Batavia Koningsplein(Gambir) 06.45
Tjikampek 07.47 07.48
Cheribon SS 09.32 09.37
Proepoek 10.32 10.37
Poerwokerto 11.36 11.42
Kroja 12.07 12.17
Djogjakarta 14.03 14.08
Soerakarta 14.55 14.57
Madioen 16.09 16.14
Kertosono 17.07 17.09
Modjokerto 17.40 17.41
Soerabaja Goebeng SS 18.15

Bandoeng-Kroja yang akan digabung dengan rangkaian dari Batavia

Stasiun Datang Berangkat
Bandoeng 07.25
Tjibatoe 08.37 08.40
Tasikmalaja 09.50 09.52
Bandjar 10.40 10.48
Kroja 12.06

Vlugge Vijf, kereta ekspres Surabaya – Malang

Sejak jaman kolonial kota Malang dan juga Batu sudah berkembang menjadi kota tempat rekreasi dan tinggal bagi masyarakat terutama orang-orang Eropa karena berada pada dataran tinggi sehingga udaranya sejuk. Sementara kota Surabaya menjadi kota yang berkembang pesat didirikan banyak perkantoran dan industri, berbagai perusahaan dan pabrik ternama berdiri di kota ini seperti NV.Philips, NV.Braat Machinefabriek, Oreinstein & Koppel. Akibatnya arus komuter kedua kota ini sangat tinggi.

Lokomotif seri C menarik sebuah kereta, kemungkinan sebuah perjalanan inspeksi, melintas di jembatan Simping di Sentul, Lawang.
Lokomotif seri C11(atau bisa juga C12) menarik sebuah kereta sebuah perjalanan inspeksi tahun 1890an, melintas di jembatan Simping di Sentul, Lawang(source: KITLV)
Selain Malang, Lawang adalah kota peristirahatan bagi orang Eropa jaman itu. Nampak stasiun Lawang tahun 1910an(source: KITLV)
Selain Malang, Lawang adalah kota peristirahatan bagi orang Eropa jaman itu. Nampak stasiun Lawang tahun 1910an(source: KITLV)

Perjalanan kereta api SS(Staatsspoorwegen) Soerabaja – Malang sejauh 96 km sampai tahun 1900 memakan waktu tempuh 4 jam karena jalur Bangil-Lawang menanjak cukup terjal sementara lokomotif yang digunakan adalah seri SS200 sampai SS400(penomoran DKA seri C11 dan C12) yang berukuran kecil dan relatif lambat.

Sampai pada tahun 1934 terdapat 3 kereta cepat trayek Surabaya – Bangil – Malang dengan waktu tempuh 2 jam. Kereta tersebut merupakan pecahan kereta dari Surabaya ke Pasuruan yang dipisahkan di Bangil. Hal ini tentunya memakan waktu karena harus menunggu langsiran dan pergantian lokomotif uap. Jalur lintas Soerabaja – Porong pada tahun 1930 sudah dibangun double track oleh SS sehingga dapat menghilangkan persilangan kereta, namun selepas Bangil ke arah Pasoeroean dan Malang masih single. Seperti yang dikatakan sebelumnya, lintas Bangil-Lawang menanjak sepanjang 35 km dari ketinggian di Bangil 5 meter hingga mencapai puncaknya 526 meter dari permukaan laut selepas stasiun Lawang arah Singasari. Tingkat kemiringan bahkan mencapai gradien 21‰(per mil) di lintas Sengon dan Wonokerto yang dapat dilintasi berglijnloc(lokomotif khusus pegunungan dan mallet) dengan kecepatan maksimal 50 km/jam. Sementara jaman itu lintas Soerabaja – Wonokromo mencapai 85 km/jam, Wonokromo – Bangil 75 km/jam. Persaingan sengit dengan transportasi jalan raya seperti autobussen(bus) memaksa SS untuk meningkatkan kecepatan kereta apinya dan menambah frekuensi perjalanan.

Perbaikan pelayanan dimulai, fokus utama adalah bagaimana agar SS dapat menaklukkan jalur pegunungan lintas Bangil hingga Malang?

SS mempelajari kemungkinan penggunaan lokomotif uap cepat SS1300(nomor DKA seri C28) pada lintas Soerabaja – Malang. Dan ternyata satu lokomotif SS1300 dengan berat 75 ton mampu menarik 4 kereta seberat total 100 ton dengan kemiringan 21‰ hingga 75 km/jam, diperlukan daya silinder 1450 ipk. Jalur Bangil – Malang akhirnya dapat diberlakukan kecepatan 75 km/jam. Sekarang artinya diperlukan traksi ganda 2 lokomotif uap untuk menarik rangkaian sebanyak 5 kereta seberat 125 ton, daya yang dibutuhkan 2250 ipk dari total kekuatan 2 lokomotif SS1300 sebanyak 2400 ipk. Sementara lintas datar Soerabaja sampai Bangil(47 km) kecepatan maksimal ditambah hingga 90 km/jam di petak tertentu.

SS1300 dipercayakan menarik kereta ekspres karena kehandalannya. Tampak belum dipasang smoke deflector(source: J.J.G Oegema - De stoomtractie op Java en Sumatera)
SS1300 dipercayakan menarik kereta ekspres karena kehandalannya. Tampak belum dipasang smoke deflector(source: J.J.G Oegema – De stoomtractie op Java en Sumatera)
Koran yang memberitakan uji coba Vlugge Vijf pada Oktober 1934.
Potongan koran yang memberitakan uji coba Vlugge Vijf pada Oktober 1934.

Hasilnya adalah waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi 1 jam 30 menit, lebih cepat 30 menit dari sebelumnya. Pada sabtu sore terdapat tambahan perjalanan ke Malang. Kereta ekspres ini resmi diluncurkan pada 1 November 1934 dengan nama “Vlugge Vijf” yang berarti “ekspres lima” karena terdapat 5 trip per hari. Dari stasiun Malang terdapat sambungan bus ke Batoe. Keuntungan adanya kereta api ekspres ini adalah “Setelah capek bekerja seminggu dapat beristirahat pada akhir minggu di taman dingin(Malang) dan kembali esok hari di kantor sebelum jam 8 dengan mudah”. Ternyata kereta ekspres ini berhasil menambah okupansi penumpang sehingga pada 1 Mei 1935 ditambah menjadi 6 trip, dan ada 1 trip facultatief(bisa ada jika dibutuhkan). Pada 1 November 1935 ketika KA Nacht Expres Soerabaja – Batavia diluncurkan, ditambahkan 1 trip lagi untuk persambungan di Soerabaja.

Masih kurang puas, SS mengujicobakan lagi rangkaian kereta seberat 75 ton dengan sebuah lokomotif SS1300 hasilnya waktu tempuh bisa dilibas dalam 1 jam 15 menit !

Melihat prestasi luar biasa tersebut, pada 3 November 1938 diluncurkan jadwal baru kereta api Soerabaja-Malang dengan frekuensi sebanyak 12 trip dari Soerabaja, dan 13 trip dari Malang. Jika dihitung maka artinya setiap jam siang hari terdapat 1 perjalanan. Waktu perjalanan berhasil dipersingkat menjadi 1 jam 20 menit, dan diadakan juga persambungan dengan kereta cepat siang Eendaagsche(Soerabaja – Batavia) yang berangkat dari Malang jam 4.55 pagi. Pada tahun 1940an sebelum masa Perang Dunia II atau Jepang menginvasi Indonesia, lintas pegunungan Bangil – Malang ditingkatkan SS hingga 90 km/jam!

Lokomotif uap C2843 di Bangil sekitar tahun 1980, seri lokomotif penarik kereta ekspres
Lokomotif uap C2843(eks.SS1343) di Bangil sekitar tahun 1980, seri lokomotif penarik kereta ekspres(source: spoorwegarchief, Nederland)

Kereta api ekspres Soerabaja – Malang setelah Indonesia merdeka mulai diadakan lagi pada tahun 1971 dengan nama Patas Tumapel yang juga mampu menempuh waktu 80 menit, kemudian dilanjutkan Jatayu, Malang Express, Penataran Express dan terakhir Bima yang diperpanjang hingga Malang. Sayangnya setelah masa kereta api Jatayu, kereta ekspres di rute ini kian memudar dan belum mampu bersaing dengan jalan raya karena banyaknya faktor seperti kurang baiknya jalur Bangil – Malang, frekuensi dan jadwal yang sedikit atau tidak tepat dengan kebutuhan masyarakat.

Melihat kehebatan dan ramainya perjalanan kereta api Soerabaja – Malang jaman itu, hanya ada satu pertanyaan: Dapatkah kini kereta api trayek Surabaya – Malang kembali berjaya dan benar-benar cepat seperti masa itu guna mengurangi beban jalan raya Surabaya – Malang yang kian padat?

Daftar pustaka : J.J.G Oegema, De stoomtractie op Java en Sumatera, 1982