Solusi Atasi Langsir Dengan Kereta Kontrol Kendali

Kalau kita naik kereta di Jawa seperti kelas lokal ekonomi seperti Rapih Dhoho dari Surabaya maupun Blitar, setibanya di stasiun Kertosono (KTA) pasti lokomotif akan melakukan prosedur langsir ke ujung rangkaian lain untuk berbalik arah. Demikian juga untuk KA Tawang Alun trayek Malang-Banyuwangi akan langsir lokomotif di Bangil, termasuk juga KA kelas komersial Ciremai Ekspres trayek Bandung-Cirebon akan langsir di Cikampek. Proses ini akan memakan waktu 15-20 menit dan sebetulnya agak merepotkan dan menganggu, apalagi jika dilakukan pada jam-jam trafik lalu-lintas KA padat.

Sebenarnya masalah ini dapat diselesaikan dengan sistem Kereta Rel Diesel (KRD) namun terdapat kendala yaitu ada lintas yang sulit digunakan KRD contohnya jalur kantong memutar yang biasa dilalui KA Dhoho-Penataran bisa dibilang cukup berat untuk petak Bangil-Lawang, selain itu rute tempuh cukup panjang dan lama untuk digunakan KRD. Maka solusi yang bisa diterapkan adalah dengan menggunakan kereta kontrol kendali dimana memodifikasi suatu kereta dilengkapi kabin masinis yang memungkinkan masinis mengontrol lokomotif dari kabin tersebut, jadi sekilas mirip desain KRD tetapi tanpa mesin penggerak (Control Car). Guna menghubungkan kereta dengan lokomotif, akan digunakan kabel MTU / Multiple Unit Control dengan jumpers kontrol antar kereta wajib tersambung, dan posisi lokomotif harus idle untuk dapat dikendalikan. Dengan sistem ini lokomotif dapat menarik atau mendorong rangkaian tergantung posisi arah jalannya kereta. Pembuatan kereta kendali dapat bersamaan untuk peremajaan kereta lokal baru nantinya, sehingga tidak dibutuhkan konversi dari kereta K3 lama saat ini. Sementara terdapat kereta-kereta jarak menengah dan jauh yang mungkin juga memperlukan sistem kereta kendali yakni KA Bima, Mutiara Selatan, Ranggajati, Sri Tanjung dan Logawa yang langsir lokomotif di stasiun Surabaya Gubeng. Padahal stasiun Surabaya Gubeng sudah cukup padat dengan trafik perjalanan kereta. Lalu bagaimana jika terdapat kereta Luar Dinas atau bagasi yang diikutkan di rangkaian? Kereta tersebut dapat dilangsir diletakkan di belakang setelah lokomotif, bukan di belakang kereta kendali.

CONTROLCAR

15073575_1093401317446959_963951135102160261_nDengan sistem kontrol tarik-dorong KA Penataran-Dhoho tidak lagi terganggu posisi long hood lokomotif pula(foto: Ilham Permadi)

Sistem ini meniru pola operasi beberapa kereta yang sudah cukup lama diterapkan di Jerman dan negara Eropa lain dimana meski banyak percabangan rel namun dapat diatasi tanpa harus langsir, yang artinya lebih efisien waktu, tenaga, dan bahan bakar tentunya. Di Jerman misalnya, kereta IC / Inter City yang menghubungkan kota-kota besar di Jerman, sudah sejak 1980an digunakan kereta kemudi karena bertambahnya trip perjalanan sehingga mempersingkat waktu adalah penting. Sementara itu, kereta regional antar kota dalam negara bagian telah lama menggunakan kereta kendali dengan modifikasi kereta “Silberling” menjadi “Steuerwagen” atau kereta kemudi, termasuk pula jenis kereta double decker. Sistem ini dirancang baik lokomotif diesel atau listrik dapat dikemudikan. S-Bahn atau kereta komuter di kota Nürnberg dan Stuttgart tahun 1980-1990an juga menerapkan sistem yang sama sebelum digantikan KRL.

S-Bahn Nürnberg yang didorong lokomotif listrik BR143

Kereta IC sebagai kereta kelas cepat dengan “Steuerwagen” didinasi BR101

Tak ketinggalan, kereta doppelstock generasi terbaru IC menggunakan sistem kemudi kontrol

Kereta Api Jaman Hindia-Belanda Pernah Nomor Satu se-Asia!

    Apa yang terlintas di pikiran Anda sewaktu mendengar kalimat judul diatas? Fakta sejarah mencatat kehebatan angkutan berbasis rel jaman Hindia-Belanda yang mencapai puncak masa emasnya di tahun 1920-1930an. Siapa sangka saat pencangkulan jalur rel pertama NIS pada 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Baron Sloet van De Beele di desa Kemidjen Samarang, sistem transportasi kereta api bakal menjadi booming pesat 50 tahun kemudian. Pada awal sebelum pembangunan rel pertamanya itu, jalur rel dianggap kurang penting urgensinya oleh kalangan pemerintah Hindia-Belanda dan menjadi perdebatan panjang. Saat itu tujuan dibangunnya jalur rel adalah mengangkut hasil bumi dan keperluan militer Belanda yang membutuhkan angkutan yang efisien. Tak hanya masalah itu saja, pada awal-awal dibuka kereta api komersial NIS ternyata belum mampu menutupi keuangan NIS sehingga banyak kalangan menilai proyek kereta api hanya membuang uang saja.

Seiring berjalannya dekade berikutnya, ternyata angkutan kereta api berkembang pesat, yaitu setelah pemerintah sendiri ikut terjun dalam mengelola perkeretaapian dan menyusun rancangan Undang-Undang baru yang mendorong kalangan swasta membangun jalur kereta api atau trem. Akhirnya berdiri banyak perusahaan partikelir baru yang membuka jalur-jalur baru sesuai konsesi yang diajukan ke pemerintah Hindia-Belanda. Masing-masing perusahaan tersebut mengelola angkutan rel di wilayahnya. Dengan adanya masterplan yang dikeluarkan pemerintah bagian transportasi Hindia-Belanda, membuat jalur kereta api terutama di Jawa menjadi sangat terencana dan terintegrasi antar kota di Jawa dengan tiap-tiap perusahaan kereta api. Pembangunan jalur baru sangat pesat karena transportasi rel dianggap menguntungkan bagi sektor ekonomi. Puncaknya pada dekade tahun 1920 angkutan rel menjadi tulang punggung mengangkut penumpang dan barang pos dan perdagangan hasil bumi. Ditambah lagi era tersebut adalah masa keemasan penghasil gula di Jawa menuntut angkutan yang efisien dan efektif sebagai sarana pengangkutannya.

12779277_10205801995401293_469021756232214366_o
Peta jalur kereta dan trem di Jawa dan Sumatera berdasarkan “Military Report on the Netherlands Possessions in the East Indies – 1919” yang diterbitkan oleh staf jenderal war office, nampak jalur yang sudah ada dan yang direncanakan akan dibangun.(sumber: KITLV, Nederland)
05651
Suasana bongkar muat di Haven(pelabuhan) Semarang yang terkoneksi dengan jalur rel NIS dan SCS.

Banyak orang-orang Eropa yang berwisata ke Jawa jaman itu terkagum melihat integrasi dan jangkauan jaringan kereta api yang memudahkan mereka menjelajahi keindahan Jawa. Tak jarang SS(Staatsspoorwegen) yang merupakan perusahaan kereta api pemerintah mempromosikan pariwisata Jawa disandingkan kehandalan keretanya dalam pengangkutan penumpang maupun barang(surat, pos, dan lain sebagainya).

Steeds Sneller

Semboyan “Steeds Sneller” seringkali dipakai sebagai kepanjangan dari SS yang selalu membuat kereta apinya menjadi lebih cepat. Hal ini bukan omong kosong belaka karena memang sejak tahun 1890 SS selalu menghadirkan inovasi baru seperti menghadirkan lokomotif cepat terbaru, pembangunan jalur rel pintasan, dan manajemen teknis dan pelayanan lainnya yang berpengaruh signifikan. Di tahun 1920 SS memesan lokomotif uap cepat seperti kelas C yaitu SS700 dan SS1300 sebagai langkah proyek kereta cepat SS. Saat uji coba lokomotif SS700(DKA: C50) dengan rangkaian kereta pernah mencapai angka 127 km/jam, tercepat di dunia untuk kategori rel sepur sempit 1067 mm! Masih belum puas juga SS meluncurkan kereta Eendaagsche Expres sebagai penghubung total pertama semenjak dipasang rel sepanjang jalur NIS Djogja-Solo, dan tak 6 tahun kemudian diluncurkan pula kereta tidur mewah Nacht Expres yang paling cepat dan mewah se-Asia untuk melayani perjalanan malam. Selengkapnya mengenai sejarah kereta-kereta cepat dapat dikunjungi di postingan sebelumnya.

12642711_1025392280851861_4326810707874005606_n
Pamflet SS yang menyediakan jasa pengiriman barang(sumber: Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia)
11081343_874706122587145_8604145262488076131_n
Poster promosi kereta api SS untuk pariwisata Sumatera dengan bahasa Belanda, Cina, Arab, dan Melayu.(sumber: Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia)

Kereta Listrik Serba Canggih

Teknologi kereta listrik sudah dimulai di Eropa memasuki abad ke 20 setelah Jerman mempeloporinya pada awal 1900. Saat itu baru beberapa lijn(rute) kereta api di negeri Belanda yang sudah dilakukan elektrifikasi. Namun Ternyata Belanda disamping itu juga mengutamakan pengembangan kereta listrik teknologi terkini dengan dilakukan elektrifikasi jalur kereta perkotaan Batavia(Jakarta) hingga Buitenzorg(Bogor) dan rencana panjang ke depan elektifikasi di Soerabaja – Malang sudah sempat terpikirkan.

c7356a06f4ca03a4cd9b20283bdabb5f
Beroperasinya kereta listrik pertama di Asia merupakan bukti kemajuan kereta api jaman itu, nampak pada foto lokomotif listrik pertama Heemaf saat ujicoba di Manggarai(sumber: Holechistorie, Nederland

Ini bukan elektrifikasi biasa, namun teknologi kelistrikan yang dipakai lebih modern dibanding di negeri Belanda sendiri sehingga sudah pasti rollingstock keretanya lebih canggih. Dan saat itu negara di Asia baru kita yang memiliki teknologi semacam ini. Tidak hanya melakukan elektrifikasi, ternyata ESS yang mengelola kereta listrik di Batavia saat itu juga mendesain blueprint jalur elevated(layang) sekitar lintas Manggarai-Meester Cornelis(Jatinegara).

Pelayanan

Dalam jasa transportasi kereta api, pelayanan adalah satu hal yang tidak bisa diabaikan. SS yang menyadari hal ini ternyata sudah melakukan strategi pelayanan kepada para calon penumpangnya dengan layanan oper/estafet, ketepatan dan kecepatan waktu perjalanan, hingga fasilitas pengangkutan bagasi dan barang penumpang lainnya.

Melihat sekilas masa lalu kereta api kita yang begitu cemerlang hingga menjadi dampak yang besar bagi negara, maka sudah selayaknya kini kereta api dikembangkan pesat lagi guna dijadikan angkutan massal utama demi kemajuan bangsa dan negara, bukan mengandalkan angkutan jalan yang justru merupakan sebuah kemunduran dalam sektor transportasi dan ekonomi.

Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 2

Tak ada akses kereta api, ekonomi terhambat
Seperti yang dijelaskan pada postingan sebelumnya, jaman Hindia-Belanda perusahaan-perusahaan kereta api baik negara dan swasta memiliki membangun jalur relnya sampai ke dermaga pelabuhan dan area gudang barang. Setelah era kemerdekaan jalur-jalur tersebut ditutup sehingga tak ada lagi akses langsung kereta api. Ini tentunya menghambat arus lalu-lintas barang yang dikirim. Memang jaman sekarang bisa saja menggunakan sarana transportasi truk, namun penggunaan truk ini menimbulkan masalah baru dari segi ekonomis, sosial, dan perkotaan. Pertama, jika menggunakan truk dibutuhkan truk dalam jumlah banyak untuk mengangkut bongkar muat kontainer tiap saat, ini akan menimbulkan antrian panjang dan kemacetan jalan dan tol akses pelabuhan(terutama di Jakarta), akibatnya juga dapat meningkatkan angka kecelakaan dengan angkutan jalan lain.
Kedua, pengiriman barang menggunakan truk relatif mahal, bahkan tarifnya bisa lebih mahal dari pengiriman ekspor dan impor melalui kapal.
Penggunaan angkutan kereta api untuk pengangkutan barang jauh lebih efektif dan efisien karena selain dapat memuat jumlah besar dan cepat, juga dapat masuk langsung door to door ke area industri. Sayangnya di Indonesia tidak ada kawasan industri terpadu yang benar-benar terintegrasi dengan sarana kereta api akibat terlalu mengandalkan truk. Karena letak industri-industri di Indonesia tersebar tanpa ada zona tata kota yang jelas, akibatnya jika pengangkutan barang dengan kereta api lebih ribet karena tak bisa langsung mengakses area pabrik. Berbeda dengan jaman Hindia-Belanda dahulu dimana hampir tiap pabrik dan industri terkoneksi jalur rel. Padahal sarana pengangkutan kereta api adalah suatu hal modern. Jadi, secanggih apapun suatu industri jika tidak ada koneksi transportasi kereta barang sama saja omong kosong. Satu lagi, truk mengandalkan BBM untuk beroperasi sehingga mempengaruhi ongkos pengiriman barang industri, lain halnya dengan kereta api menggunakan solar industri(HSD) sebagai bahan bakar lokomotif diesel. Jangan heran jika harga barang-barang(termasuk produk impor) di Indonesia cukup mahal harganya, serta jika terjadi kenaikan BBM saja seperti beberapa waktu lalu, harga-harga barang ikut lompat naik.

Pangsa angkutan barang melalui kereta api hanya sekitar 10%, padahal kebutuhan tranportasi yang lancar cukup mendesak seiring padatnya angkutan barang. Sayangnya banyak pihak yang tidak niat menggunakan jasa angkutan rel karena dianggap tak efisien juga merugikan jasa transportasi truk(foto: Bima Pratama)
Pangsa angkutan barang melalui kereta api hanya sekitar 10%, padahal kebutuhan tranportasi yang lancar cukup mendesak seiring padatnya angkutan barang. Sayangnya banyak pihak yang tidak niat menggunakan jasa angkutan rel karena dianggap tak efisien juga merugikan jasa transportasi truk(foto: Bima Pratama)

Pembangunan transportasi kereta api tertinggal lebih dari 50 tahun
Bisa dibilang semenjak Orde Baru transportasi kereta api berkembang sangat lambat dan cenderung stagnan, bahkan dalam beberapa kasus seperti manajemen operasional mengalami penurunan. Teknologi perkeretaapian yang dipakai pun meski ada kemajuan seiring perkembangan jaman namun masih jauh dari harapan. Tak lagi secemerlang dan semaju jaman Hindia-Belanda. Pembangunan jalur kereta api baru di luar Jawa dan Sumatera tidak pernah dilakukan sampai era pemerintahan saat ini. Inilah cikal benih kemacetan di luar Jawa karena tak ada transportasi memadai. Padahal jika pembangunan transportasi berbasis rel diutamakan kemajuan suatu daerah tentu meningkat signifikan dan terhindar dari masalah kompleks nantinya.

Kemacetan yang makin parah
Negara berkembang tidak luput dengan kata macet. Ini dikarenakan jumlah kendaraan yang melampaui kapasitas jalan yang ada menjadi kepadatan. Berbagai negara-negara berkembang di dunia mulai menggalakkan angkutan massal kereta guna mengurai kemacetan. Kebanyakan macet terjadi di kota besar di Indonesia, tak hanya kota-kota besar saja, tetapi kota-kota sedang di sekitarnya ikut-ikutan padat pula contohnya Bogor dan Malang. Dari tahun ke tahun angka kemacetan di Indonesia makin parah akibat angka kendaraan pribadi(motor, mobil) yang meningkat tajam karena mudahnya memiliki kendaraan pribadi dengan adanya sistem kredit dan DP murah. Ironisnya, sarana transportasi publik di kota besar masih jauh dari layak. Ahok, Gubernur DKI Jakarta pernah mengatakan sebenarnya mengatasi kemacetan mudah saja tidak perlu membangun banyak jalan tol tetapi kembangkanlah jaringan transportasi berbasis rel dan baatsi kendaraan pribadi di jalan raya dengan sistem pajak dan Electronic Road Pricing(ERP) guna menekan kepadatan jalan. Langkah ini mulai dilakukan Jakarta secara bertahap dengan pembangunan transportasi rel Mass Rapid Transit(MRT) dan Light Rail Transit(LRT). Gustavo Petro, walikota Bogota, Kolumbia pernah berkata “A developed country is not a place where the poor have cars. Its where the rich use public transportation”, dimana negara maju bukan dimana warga tak mampu bisa memiliki mobil namun dimana warga kelas atas menggunakan transportasi umum. Ini tidak salah dan merupakan kondisi biasa di negara maju yang mengandalkan transportasi massal seperti di Eropa.

Jika sarana transportasi dapat diandalkan dan menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat sudah tentu secara otomatis masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya dan menggunakan transportasi publik. Tampak peta banyaknya rute kereta perkotaan S-Bahn(trem/LRT) dan U-Bahn(subway) di Berlin-Jerman.
Jika sarana transportasi dapat diandalkan dan menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat sudah tentu secara otomatis masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya dan menggunakan transportasi publik. Tampak peta banyaknya rute kereta perkotaan S-Bahn(trem/LRT) dan U-Bahn(subway) di Berlin-Jerman.

Syarat transportasi massal yang baik adalah :
1. Terintegrasi dengan kawasan pemukiman, CBD, dan industri.
2. Cepat dan tarif terjangkau
3. Dapat diandalkan dan nyaman sehingga dapat menggantikan kendaraan pribadi
4. Fleksibel dan menjangkau suatu kawasan urban hingga sub-urban

Kemacetan pada kota besar di Indonesia merupakan salah saatu yang terparah di dunia. Dari tahun ke tahun ada lebih dari 50.000 kendaraan baru yang meluncur ke jalan di Jakarta.
Kemacetan dan chaos pada kota besar di Indonesia(Jakarta dan Surabaya) merupakan salah satu yang terparah di dunia. Dari tahun ke tahun ada lebih dari 50.000 kendaraan baru yang meluncur ke jalan di Jakarta.

Transportasi massal kereta api berjenis MRT dan LRT memenuhi kriteria diatas jika dikelola dengan benar. Tidak hanya Jakarta yang membutuhkan MRT dan LRT sebagai solusi macet, namun kota-kota lain terutama di Jawa juga memerlukan angkutan rel dalam kota hingga daerah regional yang saling terhubung untuk memperlancar mobilisasi warga. Seperti yang dijelaskan pada pembahasan postingan sebelumnya, seluruh transportasi trem di Jawa ditutup pada era Orde Baru, praktis sejak itu transportasi roda karet merajalela. Kini sudah waktunya digalakkan transportasi massal rel perkotaan di Indonesia yang terintegrasi.

Surabaya dahulu sudah dirancang masterplan tata kota beserta transportasi massal trem nya jaman Hindia-Belanda sebagai antisipasi jangka panjang pertumbuhan kota(source: KITLV, Nederland)
Surabaya dan kota-kota lain dahulu sudah dirancang masterplan tata kota beserta transportasi massal trem nya jaman Hindia-Belanda sebagai antisipasi jangka panjang pertumbuhan kota(source: KITLV, Nederland)

Dipo Sidotopo, Bukti Kejayaan Kereta Api Surabaya Jaman SS

Tahun 1890 adalah era pembangunan jalur-jalur kereta api baru sebagai tahap kelanjutan rute Soerabaja – Pasoeroean yang berhasil dibuka tahun 1878 oleh SS(Staatsspoorwegen). Saat itu dibangun jalur baru dari stasiun Soerabaja-Kotta SS menuju pelabuhan Perak melalui pembuatan jalur cabang tak jauh dari Soerabaja SS, dan terus melalui Mesigit kemudian Kalimas hingga masuk dermaga pelabuhan. Lalu sebelum masuk stasiun Soerabaja-Kotta dibuat percabangan segitiga menuju jalur yang terpisah ke arah stasiun Prins Hendrik(stasiun Benteng) dan cabang ke Oost-Kalimas dekat Oedjoeng. Saat itu perawatan rollingstock kereta api berada satu kompleks dengan stasiun Soerabaja SS yakni di sebelah selatan stasiun, lalu tahun 1912 mulai dibangun Werkplaats(Balai Yasa) di Goebeng sebagai bengkel perbaikan rollingstock. Makin ramainya angkutan barang dari luar kota melalui kereta api sampai kebutuhan perawatan harian kereta api yang mendesak mendorong SS membangun areal Depot sekaligus emplasemen(railyard) baru.

Dipilihlah wilayah Sidotopo yang terletak pada jalur menuju Oedjoeng karena letaknya cukup strategis dan saat itu didominasi rawa-rawa luas. Daerah Sidotopo dahulu merupakan sisi paling timur Soerabaja yang berada pada perbatasan distrik djabakota(luar kota). Pembangunan Dipo Sidotopo mulai dilakukan sekitar tahun 1918 merupakan terbesar dan terluas oleh SS, bahkan hingga kini. Tak tanggung-tanggung, dengan luas lebih dari 80 hektar, SS membangun kompleks locomotiefdepot beserta Remise untuk perawatan dan perbaikan lokomotif termasuk juga kereta, dan gerbong. Pada sisi utara dibuatkan goederenemplacement dengan puluhan jalur rel untuk langsiran dan stabling gerbong-gerbong barang. Kereta barang yang baru tiba dan mengantre untuk dibongkar muatannya di pelabuhan Kalimas maupun Perak akan menunggu di emplasemen. Selain sebagai tempat antri bongkar muat, emplasemen juga digunakan sebagai tempat penyimpanan gerbong barang berbagai macam tipe. Bangunan stasiun pelayanan berada pada sebelah timur.

Ramainya aktivitas bongkar muat dan langsir kereta barang di emplasemen barang Sidotopo
Ramainya aktivitas bongkar muat dan langsir kereta barang di emplasemen barang Sidotopo(source: gedenboek staatsspoor en tramwegen 1875-1925)

Tercatat, banyak seri lokomotif bendera SS yang pernah menghuni Remise Sidotopo diantaranya SS1300(C28), SS1000(C53), SS1600(CC50), SS900(D50), SS800(F10), SS600(B51), sampai seri SS300(C11) yang merupakan salah satu generasi lokomotif SS akhir abad ke 19.

Bangunan dan interior Werkplaats lokomotif Sidatapa tahun 1925, tak banyak berubah hingga kini(source: gedenboek staatsspoor en tramwegen 1875-1925)
Bangunan dan interior Werkplaats lokomotif Sidatapa tahun 1925, tak banyak berubah hingga kini(source: gedenboek staatsspoor en tramwegen 1875-1925)
Peta tahun 1934 yang memperlihatkan: 1. Stasiun Soerabaja SS, 2. Kompleks Werkplaats Sidotopo, 3. Emplasemen barang Sidotopo, 4. Stasiun Prins Hendrik, 5. Pelabuhan Oost-Kalimas dengan rel ke kompleks gudang
Peta tahun 1934 yang memperlihatkan: 1. Stasiun Soerabaja SS, 2. Kompleks Werkplaats Sidotopo, 3. Emplasemen barang Sidotopo, 4. Stasiun Prins Hendrik, 5. Pelabuhan Oost-Kalimas dengan rel ke kompleks gudang(source: Universiteit Leiden-Nederland)

Di masa pertahanan kemerdekaan, Sidotopo menjadi saksi bisu pertempuran Laskar Dipo Sidotopo melawan tentara Sekutu pada bulan Agustus-Nopember 1945 yang memakan korban.
Hingga kini areal lalu-lintas kereta api pada kompleks Sidotopo tidak lagi seramai dahulu apalagi emplasemen luasnya sudah lama ditutup dan menjadi perkampungan padat warga Tenggumung. Selain itu kompleks Dipo Sidotopo memiliki kesan kurang terawat. Namun kemegahan bangunan Dipo dan menara air raksasa di sisi Jalan Sidotopo Wetan masih bisa disaksikan, termasuk juga berbagai koleksi sarana dan prasarana antik. Padahal, jika dikembangkan Dipo Sidotopo bisa menjadi kawasan terpadu sebagai perawatan sarana kereta api khusus Jawa wilayah timur.

Stasiun Djoernatan SJS Kokoh nan Megah

Semarang selain sebagai markas perkeretaapian NIS juga merupakan markas trem SJS. Angkutan trem SJS melayani wilayah regional Semarang dari dalam kota Semarang terus ke arah timur melintasi kota-kota kecil serta menembus rimbunnya hutan jati Demak, Pati, Kudus, Tajoe, hingga Tjepoe. Sebagai pusat pemberangkatan trem uap utama, sebuah stasiun utama didirikan di Semarang di kawasan Djoernatan pada tahun 1882. Saat itu bangunannya masih sederhana, pada tahun 1903 masih berupa bangunan berbahan mayoritas kayu jati.

Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda “Insulinde” di sebelah kanan

Dekade berikutnya karena makin luasnya jaringan rel dan makin ramainya angkutan penumpang dan barang mendorong SJS untuk merenovasi stasiun utamanya guna mengakomodasi penumpang yang banyak. Bersamaan dengan proyek renovasi itu juga SJS mengembangkan luas area Remise dan Werkplaats SJS(Balai Yasa Pengapon) menata ulang layout relnya di kawasan Kemidjen dimana terdapat persilangan dengan jalur kereta api milik NIS. Tahun 1913, dilakukan pembangunan stasiun mewah tersebut. Tak tanggung-tanggung, stasiun baru berangka baja dan beratap sebagian kaca ini lebih luas areal emplasemen dan peron jika dibandingkan dengan stasiun terbesar NIS, Tawang NIS, padahal yang dilayani hanya trem uap rangkaian campuran yang tidak lebih dari 8 kereta/gerbong. Uniknya meskipun terletak pada ujung jalur akhir tetapi stasiun ini bukan merupakan jenis stasiun bertipe kopstation yang berdesain stasiun terminus melainkan bertipe paralel sama halnya dengan stasiun Tawang NIS. Sangat mewah jaman itu. Stasiun ini selanjutnya dikenal dengan stasiun Djoernatan Centraal SJS karena letaknya memang berada di pusat kota sejak dulu. Rangkaian trem uap semua jurusan mengawali dan mengakhiri perjalanannya disini. Untuk trem dalam kota Semarang melayani Djoernatan – Boeloe(melintasi Bodjong yang kini menjadi Jl.Pemuda Semarang) dan juga Djoernatan – Djomblang. Untuk kedatangan trem rangkaian panjang mampu dilakukan gerakan langsiran sampai spoor badug. Dari stasiun ini juga terdapat hubungan langsung ke areal bongkar muat barang dan pelabuhan melalui jalur sisi barat stasiun.

Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Lokasi stasiun Djoernatan, jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV)
Lokasi stasiun Djoernatan dari peta lama. Jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV nederland)
Peron stasiun yang panjang
Peron stasiun yang panjang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi kanan atas foto
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi atas foto, bagian kanan atas merupakan emplasemen Kemidjen dan emplasemen pertemuan jalur NIS dan SJS(source: tropenmuseum nederland)

Tahun 1940an jalur trem dalam kota Semarang ditutup karena kemungkinan dianggap kurang menguntungkan bagi SJS sehingga beberapa rollingstock nya dipindahkan ke OJS di Soerabaja. Dan setelah Indonesia merdeka, di tahun 1974 layanan kereta api jurusan Demak dipindahkan ke Semarang Tawang karena stasiun ini ditutup(jalur menuju Demak sendiri ditutup sekitar tahun 1980). Dan semenjak dipindah itu beralih fungsi menjadi terminal bus induk Semarang walaupun tak terlalu lama. Pada tahun 1980an stasiun ini dibongkar menjadi pertokoan Jurnatan. Sampai saat ini di atas salah satu kavling ruko terpasang logo PJKA Wijayakusuma bertuliskan “Sentral Jurnatan” sebagai penanda bahwa kompleks pertokoan tersebut dulunya adalah lokasi stasiun Jurnatan yang pernah berjaya melayani operasional trem SJS. Sungguh sangat disayangkan karena saat itu belum ada divisi PJKA yang menangani aset bersejarah sehingga cerita mengenai stasiun mewah ini hanya bisa dilihat melalui foto dan catatan sejarah saja.

Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal
Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal

Mengenal Lebih Dekat Lokomotif Uap SS600

Memasuki awal abad ke 20, kecepatan kereta api menjadi penting untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan. Pada masa itulah berkembang pesat teknologi pada lokomotif uap.

SS(Staatsspoorwegen) yang merupakan perusahaan kereta api negara mulai memikirkan cara untuk mempercepat waktu tempuh terutama rute Soerabaja-Batavia. Selain dibangunnya jalur baru Kroja – Cheribon mulai 1908, hampir bersamaan dengan proyek tersebut dipesan juga lokomotif uap cepat generasi awal dari Hanomag serta Hartmann di Jerman, dan Werkspoor asal Belanda sendiri. Didatangkan secara bergelombang sejak 1900 – 1908. Lokomotif ini menggunakan dua silinder compound. Silinder ini diklaim lebih efisien karena uap dari silinder tekanan tinggi disalurkan menuju ke silinder bertekanan rendah dan, kemudian baru dikeluarkan ke cerobong. Walaupun demikian, perawatan pada lokomotif ini ternyata cukup rumit. Lokomotif seri ini tidak lagi diproduksi sejak ditemukannya teknologi superheater. Lokomotif baru SS dua silinder compound dapat melaju sampai 75 km/jam dengan stabil. Lokomotif berkonfigurasi roda 4-4-0 ini mampu mengasilkan daya 415 HP. Bahan bakarnya adalah kayu jati. Berat siap lokomotif ini adalah 32 ton. Dengan roda penggerak berdiameter 1503 mm ini merupakan salah satu yang terbesar diantara lokomotif SS lainnya jaman itu. Uniknya lagi, lokomotif ini mirip dengan seri Prussian P4 gauge 1435 mm di Jerman yang secara fisik hampir identik. Total ada 44 buah yang didatangkan. SS memberi nomor seri SS300 dimana saat itu menjadi nomor urut kelas terbesar dari seluruh lokomotif yang dimiliki SS.

5099519573_5eb897cd9e
Foto pabrik SS325(spoorwegarchief, nederland)
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).(source: spoorwegarchief, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)

Lokomotif yang selanjutnya dilakukan penomoran ulang menjadi seri SS600 ini langsung menjadi populer dan sering dipergunakan menarik rangkaian kereta api di lintas utama, seperti Madioen – Kertosono, Maos – Kroja – Koetoardjo, dan Soerabaja – Pasoroean. Perlahan, seri SS600 mulai menggantikan peran seri lokomotif sebelumnya SS100-SS200(nomor DKA C11, C12, dan B50) yang sebelumnya merajai jalur lintas utama. Selain diperuntukkan menarik kereta penumpang juga dipergunakan kereta barang dan campuran cepat. Krisis ekonomi Hindia Belanda mulai 1929 mengakibatkan SS mengurangi operasional lokomotif-lokomotif uap lamanya, namun beruntung SS600 berhasil dikonversi dan tetap digunakan bersama-sama dengan lokomotif SS yang lebih baru didatangkan.

Nomor Awal Nomor Akhir Nomor DKA Tahun Pabrik Pembuat Nomor pabrik
SS284 – 291 SS601 – 608 B5101-08 1900 Hanomag 3358-3365
SS300 – 307 SS609 – 616 B5109-16 1902-3 3863-3870
SS308 – 311 SS617-620 B5117-20 1903 4025-4028
SS317 – 322 SS621-626 B5121-26 1905 Hartmann 2896-2901
SS323 – 328 SS627-632 B5127-32 1905 Hanomag 4316-4321
SS338 – 340 SS634-636 B5133-35 1907 Werkspoor 178-180
SS345 – 346 SS637-638 B5136-37 1908 Hartmann 3154-3155
SS365 – 366 SS643-644 B5138-39 1910 Werkspoor 248-249
SS337 SS633 B5151 1907 177
SS351 – 354 SS639-642 B5152-55 1908 188-191

Pada masa penjajahan Jepang, satu lokomotif SS600 dipindahkan ke jalur Muaro – Pekanbaroe untuk menarik kereta batubara yang akhirnya ditutup pada September 1945. Setelah kemerdekaan, lokomotif SS600 diubah penomorannya secara resmi oleh DKA menjadi B51. Karena masuknya lokomotif-lokomotif baru maka lokomotif uap B51 hanya diperbolehkan menarik kereta lokal di lintas cabang Jombang – Babat – Tuban, Cepu – Bojonegoro, termasuk Tanahabang – Rangkasbitung – Merak.

Siap melayani kereta wisata Ambarawa - Tuntang
B5112 siap melayani kereta wisata Ambarawa – Tuntang(source: Heritage PT.KAI)

Salah satu lokomotif B51, yaitu nomor 12 yang pada jaman PJKA menghuni Dipo Cepu dipindahkan ke museum Ambarawa mulai 1976 dan menjadi monumen koleksi statis. Beruntung sekali pada tahun 2011 Divisi Heritage PT.KAI mengadakan penghidupan lokomotif uap lagi untuk wisata guna mengembangkan museum Ambarawa. Dan ternyata B5112 terpilih karena ketel uapnya masih baik. Setelah menjalani 2 tahun masa restorasi oleh tim ahli lokomotif uap Ambarawa seperti penggantian komponen penggerak hingga perbaikan tampilan fisik sesuai aslinya, maka pada tahun 2013 sudah siap layak jalan kembali. Kini lokomotif B5112 diberi nama lokomotif “SUN” oleh Dirut KAI Jonan pada saat ulang tahun ke 69 PT.KAI tanggal 28 September 2014.

Kalau anda ingin menyaksikan kegagahan lokomotif uap yang sudah berusia 113 tahun ini silahkan berkunjung dan sempatkan naik kereta wisata di Ambarawa!

Tidak Mengandalkan Transportasi Rel, Penyebab Indonesia Sulit Maju – Bagian 1

Tidak banyak orang mengetahui bahwa Indonesia pernah memiliki sarana transportasi masa depan yang luar biasa di jaman kolonial Hindia-Belanda yang berhasil mengembangkan pesat ekonomi dan menumbuhkan kota-kota besar di Indonesia khususnya di Jawa. Contohnya, kota Bandung awalnya tak lebih dari sebuah desa kecil di tengah pegunungan Priangan yang diselubungi hutan hujan lebat namun semenjak dibangun jalur rel menghubungkan kota lainnya menjadikan Bandung kota besar tempat wisata dan tinggal hingga menjadi kota metropolitan seperti sekarang. Berkat transportasi ini juga arus barang hasil perkebunan dan pertambangan jaman itu mudah diangkut dengan cepat dan mudah dari pedalaman ke kota pelabuhan seperti Surabaya, Semarang, Jakarta, dan juga Panarukan. Transportasi yang dimaksud ialah transportasi berbasis rel(kereta api, trem, dan sejenisnya).

Sejarah singkat
Awalnya sarana transportasi hanya menggunakan kereta kuda dan pedati sebagai sarana pengangkutan orang dan barang, tentunya memakan waktu yang lama, bahkan perjalanan dari Soerabaja ke Batavia di tahun 1800 bisa memakan waktu berhari-hari sementara kebutuhan pengangkutan barang hasil bumi kian bertambah. Diputuskan untuk membangun rel kereta api seperti di Eropa yang menyelesaikan masalah transportasi. Ada banyak pihak yang setuju dan tidak dalam pembangunan ini, setelah perdebatan cukup lama akhirnya berhasil juga dibangun pada 17 Juni 1864 oleh NIS(Nederlandsch-indische Spoorweg Maatschappij) ditandai dengan pencangkulan pertama rel oleh Baron Sloet van de Beele di Desa Kemidjen-Semarang, Jawa Tengah. Pemerintah ikut campur tangan dengan mendirikan perusahaan kereta api SS(Staatsspoorwegen) mulai 1875. Dalam kurun waktu 50 tahun berhasil dibangun lebih dari 7000 km jalur kereta api dan trem yang menghubungkan kota-kota dan pedalaman nyaris di seluruh Jawa yang dikelola tak kurang dari 20 perusahaan kereta api swasta. Bahkan di pulau Sumatera, Sulawesi, bahkan Kalimantan dan Papua juga dibangun jalur rel termasuk jalur rel pertambangan/perkebunan. Trem perkotaan juga malang-melintang dimana-mana seperti kota Batavia, Semarang, Soerabaja, Malang, dan masih banyak lagi. Sarana transportasi rel di Hindia-Belanda mencapai puncak kejayaan di tahun 1925-1935 dimana saat itu sudah menjadi alat transportasi vital bagi warga(orang Eropa dan orang pribumi) Hindia-Belanda. Teknologi kereta api terus dikembangkan hingga masuknya kereta listrik di Batavia tahun 1924(namun sebelumnya tahun 1910 sudah ada trem listrik di Batavia oleh NITM). Ini menjadikan kereta api paling maju se-Asia bahkan menurut beberapa sumber teknologi kereta listrik terkini belum digunakan di negeri Belanda. Diluncurkan juga kereta cepat se-Asia Eendaagsche Expres mulai tahun 1929. Banyak orang Eropa yang sekedar berwisata ke negeri tropis ini mengungkapkan kekagumannya akan jalur rel yang tersusun rapi dan terencana di Jawa untuk memudahkan mobilitas transportasi ke seluruh pelosok kota. Meskipun mobil Eropa dan angkutan jalan mulai masuk namun tak mampu mengalahkan transportasi rel saking majunya infrastruktur kereta api.

Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek - Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Pembangunan jalur rel di lintas Rantjaekek – Djatinangor yang mempekerjakan kaum pribumi. Jaman itu kaum pribumi yang dipekerjakan digaji(bukan kerja rodi)
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Rangkaian kereta api milik DSM di Sumatera Utara
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Pemandangan dari udara salah satu sudut pelabuhan Tandjoeng Priok pada 7 September 1926. Tampak jalur rel untuk bongkar muat barang. Bagi orang Belanda rel dan laut adalah satu kesatuan yang menggerakkan bisnis mereka.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Masterplan jalur kereta api di Zuid Celebes(Sulawesi Selatan) yang direncanakan dibangun. Jalur Makassar-Takalar berhasil dibangun dan dibuka tahun 1923.
Lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!
Deretan lokomotif uap penarik lori tebu di PG Djatiroto tahun 1924. Jalur rel sempit(decauville) menjadi andalan sebagai tranportasi yang efisien, dan masing-masing perusahaan perkebunan dan pertambangan bonafide selalu memiliki transportasi ini. Tak usah heran jika jaman itu di suatu kota terdapat jalur lori dimana-mana!

Semenjaknya invasi Jepang masuk ke Indonesia beberapa jalur kereta api dan trem dibongkar seperti Makassar-Takalar(Sulawesi Selatan) dan Kalianget-Pamekasan(Madura) untuk keperluan transportasi perang di tempat lain terutama di Asia Tenggara. Titik inilah terjadi penurunan perkeretaapian kita karena selama sekitar 3,5 tahun sarana dan transportasi rel tidak dirawat optimal, apalagi dikembangkan. Selain itu, tak sedikit juga yang rusak akibat perang.

Pasca Kemerdekaan

Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu.
Trem listrik eks.BETM tahun 1955 di Jakarta. Trem sebenarnya adalah salah satu solusi pemecah kemacetan di jaman itu dan mencegah penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.

Di jaman Orde Lama, transportasi kereta api dan trem masih diandalkan meskipun sudah tidak lagi secemerlang jaman Hindia-Belanda. Pembangunan jalur rel di dalam dan luar Jawa tidak pernah dilanjutkan, kalaupun ada itupun hanya perbaikan dan upgrade jalur yang relatif skala kecil. Namun didatangkan sarana baru seperti masuknya lokomotif uap D52 dan lokomotif diesel seperti CC200 menyusul D300,BB200,BB300 dan BB301 cukup banyak membantu dalam hal peremajaan lokomotif yang bisa digunakan baik di lintas utama dan cabang.

Orde Lama diakhiri tahun 1965 dan mulai memasuki Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Di jaman inilah perkeretaapian kita menurun drastis yang bisa dirasakan hingga kini. Dilakukan kerjasama dengan Jepang dalam hal pengembangan otomotif(mobil dan motor) mulai membuat kereta api dan trem makin suram. Salah satu hasil bentuk kerjasama otomotif ini adalah Kijang(Kerjasama Indonesia-Jepang). Racun itulah yang ditularkan ke masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1970an racun ini terus menular ke elemen masyarakat yang mengakibatkan “candu kendaraan pribadi” yang terus terjadi hingga kini. Nampaknya Orde Baru lebih berpihak ke Amerika Serikat yang notabene juga car-minded dan tidak suka menggunakan transportasi massal. Inilah cikal bakal kemacetan di kota besar Indonesia. Era ini transportasi perkotaan tidak pernah dikembangkan. Jalur kereta api cabang yang dahulu sangat ramai menjadi tulang punggung perekonomian lama-kelamaan makin sepi dan kalah bersaing dengan angkutan jalan. Sebuah pertanyaan yang perlu dijawab dengan akal sehat: Mengapa di jaman Orde Lama yang merupakan masa setelah kemerdekaan sekalipun kas negara masih pas-pasan untuk mengelola infrastruktur namun pemerintah justru jarang menutup jalur kereta api dan trem(kecuali faktor rusak jaman perang)? Jawabnya tentu mudah, sudah jelas bahwa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun memandang kereta api sebagai “musuh besar” transportasi jalan yang perlu dimatikan karena akan dilancarkannya penjualan otomotif di Indonesia yang mendapat keuntungan besar bagi pemerintah sendiri. Perkembangan kereta api jika dibandingkan negara lain sangat lambat karena pemerintah kurang berminat mengembangkan dan mengucurkan dana untuk transportasi kereta api. Dan tak usah heran jika Anda pernah merasakan jaman kereta api kita tidak manusiawi(terutama kelas ekonomi) yang mulai terasa sejak 1990an.

Trem uap di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
Trem uap dengan lokomotif B1503 eks KSM di Stasiun Pare(sekarang tutup) awal dekade 1970an, akhir kejayaan trem di Indonesia. Padahal peminat trem di era tersebut masih cukup banyak.
kijang-presiden-1
Presiden Soeharto mencoba mobil pickup Kijang. Selain Toyota, merek Suzuki dan Daihatsu juga menyerbu Indonesia.
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an
Kemacetan Jakarta mulai nampak sejak akhir 1970an akibat tak adanya transportasi massal memadai semenjak ditutupnya trem listrik tahun 1960an

(Bersambung)

Jalur Trem Malang Stoomtram Pembelah Taman Raksasa

Sejuknya udara Gemeente(kota) Malang membuat banyak orang-orang Eropa betah tinggal di kota Malang, selain menjadi tempat wisata juga berkembang menjadi kota tempat tinggal. Apalagi semenjak dibangunnya jalur rel kereta api dari Soerabaja dan diteruskan ke Blitar, kota teramai kedua setelah Soerabaja ini makin berkembang pesat. Maka seiring perkembangan jaman dibutuhkan sarana transportasi yang memadai untuk menghubungkan pusat kota dengan kota-kota kecil disekitarnya.
MS sebagai perusahaan swasta(partikelir) didirikan pada 14 November 1897 dan berkantor pusat di Djagalan. MS merupakan satu asosiasi perusahaan trem dengan KSM(Kediri Stoomtram Maatschappij) yang mengoperasikan tremnya trayek Kediri – Pare – Djombang dan sekitarnya. Setelah mendapat konsesi dari pemerintah Hindia-Belanda maka MS segera membangun jalur tremnya. Namun karena keterbatasan dana maka pembangunan dilakukan bertahap seluruh jalurnya baru bisa diselesaikan tahun 1908.
1. Singasari – Blimbing – Djagalan
2. Blimbing – Toempang
3. Djagalan – Gondanglegi
4. Gondanglegi – Dampit
5. Gondanglegi – Kepandjen

Jarak dan Pembukaan Jalur Trem MS

  1. Malang – Boeloelawang(11 km), dibuka 14 November 1897.
  2. Boeloelawang – Gondanglegi(12 km), dibuka 4 Februari 1898.
  3. Gondanglegi – Talok(7 km), dibuka 9 September 1898.
  4. Talok – Dampit(8 km), dibuka 14 Januari 1899.
  5. Gondanglegi – Kepandjen(17 km), dibuka 10 Juni 1900.
  6. Tumpang – Singasari(23 km), dibuka 27 April 1901.
  7. Malang – Blimbing(6 km), dibuka 15 Februari 1903.
  8. Sedajoe – Toeren(1 km), dibuka 25 September 1908.

Total, ada 85 km jalur trem yang dibangun. Trem uap MS melayani angkutan penumpang dan barang. Barang yang diangkut kebanyakan adalah hasil perkebunan di sekitar Malang seperti tebu. Salah satu suikerfabriek(pabrik gula) yang bekerjasama dengan MS adalah Pabrik Gula Krebet. Selain itu terdapat koneksi dengan jalur kereta api negara SS(Staatsspoorwegen) untuk memudahkan penumpang berganti dari kereta api ke trem atau sebaliknya guna melanjutkan perjalanannya, yakni stasiun Malang SS(Kotalama), Singasari dan Kepandjen. Untuk Singasari dan Kepandjen MS mendirikan halte perhentian sendiri yang berdekatan dengan Halte kereta api SS.

Ir. Diederik Johannes Maximilianus Govert, orang Belanda kelahiran 30 Juli 1884, menjabat sebagai direktur MS tahun 1931-1935.(source: iisg, nederland)
Ir. Diederik Johannes Maximilianus Govert, orang Belanda kelahiran 30 Juli 1884, menjabat sebagai direktur MS tahun 1931-1935.(source: iisg, Nederland)
Kantor pusat MS tahun 1923 dan jajaran direksi MS, kantor ini merupakan hasil renovasi dari bangunan kantor yang sebelumnya berpilar besi.
Kantor pusat MS tahun 1923 dan jajaran direksi MS, kantor ini merupakan hasil renovasi dari bangunan kantor yang sebelumnya berpilar besi.(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Pegawai pribumi di perhentian trem Kendalpajak tahun 1919. Sayangnya bangunan perhentian ini kini telah dibongkar.(source: Universiteit Leiden)
Pegawai pribumi di perhentian trem Kendalpajak tahun 1919. Sayangnya bangunan perhentian ini kini telah dibongkar.(source: Universiteit Leiden)

Dalam perjalanannya biasanya satu rangkaian trem terdiri dari beberapa kereta dan gerbong barang(rangkaian campuran). Ada 3 kelas kereta yang ditawarkan. Jalur trem uap membelah pusat kota Malang dan ada petak yang berada di tengah-tengah jalan raya yaitu lintas Blimbing – Djagalan. Sementara di lintas tertentu seperti Blimbing – Singasari dan Toeren – Dampit karena jalan raya tidak semuanya datar maka posisi rel terkadang berada di sebelah jalan raya dan dibangun tanggul atau jembatan agar jalur rel tidak ikut menanjak. Perjalanan dari Malang hingga Dampit membutuhkan waktu kira-kira hampir 2 jam karena banyaknya perhentian dan adanya proses langsir posisi lokomotif di stasiun Gondanglegi.

Jembatan trem di Kendalpajak menyeberangi Kali Brantas
Jembatan trem di Kendalpajak menyeberangi Kali Brantas
Rel trem dengan ballast di Tjelaket, dekat pertigaan ke Batoe
Rel trem dengan ballast di Tjelaket, dekat pertigaan ke Batoe.(source: Tropenmuseum, Nederland)
Traksi ganda MS23 dan MS24 melintas tengah kota Malang di kawasan Kajoetangan pada 26 Juli 1939. Saat itu dikeluarkan peraturan membunyikan peluit lokomotif terus-menerus untuk memberi tanda bahwa ada trem uap yang lewat(source: KITLV)
Traksi ganda MS23 dan MS24 melintas tengah kota Malang di kawasan Kajoetangan pada 26 Juni 1939. Saat itu dikeluarkan peraturan membunyikan peluit lokomotif terus-menerus untuk memberi tanda bahwa ada trem uap yang lewat(source: KITLV)
Trem uap MS melintasi aloen-aloen Malang yang jalurnya memotong diagonal.(source: KITLV)
Trem uap MS melintasi aloen-aloen Malang yang jalurnya memotong diagonal.(source: KITLV)
Gondanglegi merupakan stasiun yang ramai angkutan penumpang dan barang karena terdapat percabangan dari Malang ke Dampit dan Kepandjen. Tampak suasana stasiun Gondanglegi pada tahun 1919.(source:KITLV)
Gondanglegi merupakan stasiun yang ramai angkutan penumpang dan barang karena terdapat percabangan dari Malang ke Dampit dan Kepandjen. Tampak suasana stasiun Gondanglegi pada tahun 1919.(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Melintasi Kali Lesti di Talok ke arah Dampit(source: Universiteit Leiden, Nederland)
Melintasi Kali Lesti di Talok ke arah Dampit(source: Universiteit Leiden, Nederland)

Daftar Perhentian Trem MS

Malang – Singasari

  1. Malang Djagalan
  2. Aloen-aloen
  3. Zijweg naar Batoe(pertigaan ke Batu di Celaket)
  4. Rampal
  5. Lowokwaroe
  6. Glintoeng
  7. Blimbing
  8. Ardjosari
  9. Karanglo
  10. Mondoroko
  11. Singasari SS
  12. Singasari Pasar
  13. Singasari MS

Malang – Gondanglegi – Dampit

  1. Malang Djagalan
  2. Malang SS(Kotalama)
  3. Lowokdoro Kacoek
  4. Kendalpajak
  5. Sempalwadak
  6. Boeloelawang
  7. Krebet
  8. Boeloepajoeng
  9. Ketawang
  10. Gondanglegi
  11. Sepandjang
  12. Sedajoe
  13. Toeren
  14. Talok
  15. Remboen
  16. Pamotan
  17. Dampit

Blimbing – Toempang

  1. Blimbing
  2. Wendit
  3. Boegis
  4. Boenoet
  5. Pakis I
  6. Pakis II
  7. Pasir
  8. Tjokro
  9. Jeroe
  10. Malangsoeko
  11. Toempang

Gondanglegi – Kepandjen

  1. Gondanglegi
  2. Gondanglegi Pasar
  3. Bandjarredjo II
  4. Brongkal I
  5. Brongkal II
  6. Kanigoro
  7. Jambe Gede
  8. Boemiajoe
  9. Senggoeroeh
  10. Djenggolo
  11. Mangir
  12. Panggoengredjo
  13. Kepandjen MS
  14. Kepandjen SS
Peta rute jalur trem MS berwarna merah.(map source: Universiteit Leiden, Nederland)
Peta rute jalur trem MS berwarna merah, sedangkan jalur kereta api SS berwarna hitam tebal.(map source: Universiteit Leiden, Nederland)

Direktur Eksploitasi yang pernah menjabat

Bakker, J. (1896-1897)
Textor, J.P. (1897-1898)
Geene, L.J.R. (1898-1902)
Everts, F.W. (1902-1907)
IJsseldijk, E. van (1907-1915)
Wins, M. (1915-1931)
Slingelandt, D.J.M.G., baron van (1932-1934)
Madarasz, J. (1935-1942, 1946)
Lokomotif penarik trem uap

Lokomotif trem MS semuanya dipesan dari Hohenzollern, perusahaan pembuat lokomotif ternama di Jerman. Untuk lokomotif tipe C lebih sering digunakan untuk rute ke Singasari karena memiliki tenaga yang lebih kuat, sedangkan tipe B dipakai di lintas yang relatif datar dan tidak terlalu menanjak seperti Malang – Gondanglegi – Dampit.

Nomor asli Nomor DKA Susunan Roda Tahun Pabrik Pembuat Nomor Pabrik
MS 1 – MS 5 B1701 – B1705 0-4-0Tr 1897-1898 Hohenzollern, Jerman 960 – 964
MS 6 – MS 7 B1706 – B1707 1899 1050 – 1051
MS 8 – MS 9 B1708 – B1709 1900 1321 – 1322
MS 13 B1710 1900 1326
MS 10, MS 12 B2401 – B2402 1902 1323, 1325
MS 11 1902 1324
MS 14 D1101 0-8-0T 1913 3040
MS 15 D1102 1914 3206
MS 16 – MS 18 D1103 – D1105 1920 4072 – 4074
MS 19 – MS 21 D1106 – D1108 1921 4086 – 4088
MS 22 – MS24 D1109 – D1111 1924 4506 – 4508

Jalur trem cukup vital bagi warga kota Malang dan sekitarnya jaman itu, bahkan MS sempat merencanakan jalurnya diteruskan ke Lawang namun gagal karena medannya cukup berat untuk dilalui kereta api sekelas trem uap.

Source: A.E Durrant, Lokomotif Uap, 1971

Jalur Rel Elevated Soerabaja Sudah Direncanakan Sejak Jaman SS!

Kalau ada kesempatan jalan-jalan di kota Surabaya coba lihatlah viaduk kereta api di Jl.Pahlawan dekat Tugu Pahlawan, dan cobalah telusuri jalur rel sampai ke viaduk Jl.Gembong-Bunguran. Nampak kokoh bangunan viaduk beton menantang jaman hingga kini. Ya, itulah jalur layang kereta api yang dibangun SS(Staatsspoorwegen) guna mengurangi kepadatan jalan raya akibat menunggu kereta api lewat di perlintasan.

Awalnya jalur rel Soerabaja – Kalimas yang dibangun tahun 1890-1900 berguna untuk angkutan kereta barang termasuk aktivitas langsiran. Disusul juga jalur ke arah Fort Prins Hendrik(sekarang Benteng). Bersamaan dengan era tersebut NIS(Nederlandsch-Indische Spoorweg Mij) membuka jalur kereta apinya dari Lamongan ke stasiun Soerabaja NIS(sekarang stasiun Pasar Turi). Saat itu jalur rel SS belum sepenuhnya terhubung ke Soerabaja NIS dikarenakan memang keduanya perusahaan yan berbeda. Berkembangnya jaman membuat kian padat jalan-jalan di kota Soerabaja yang dilintasi rel kereta api, apalagi ada juga jalur trem yang memotong juga jalur kereta api SS yaitu di Passar Besar weg(sekarang Jl.Pahlawan). Puncaknya awal 1920 sudah membuat macet jalan raya karena selain sepeda, kereta kuda, dan pedati mobil mulai populer di Soerabaja. Mobil bersaing dengan kereta kuda ditambah lagi ada trem listrik yang lewat. Tentu ini menyebabkan suatu bottleneck jaman itu(apalagi sekarang) karena efeknya bisa macet panjang.

Parade melewati perlintasan kereta api Pasar Besar sekitar tahun 1910
Parade melewati perlintasan kereta api Pasar Besar sekitar tahun 1910.
Di lokasi yang sama sekitar tahun 1925, kemacetan panjang terjadi. Mobil perlu bersaing dengan kereta kuda, belum lagi trem listrik harus diuatamakan. Sebuah permasalahan yang harus dipecahkan secara sistematis.
Di lokasi yang sama sekitar tahun 1925, tampak kereta api baru lewat dan kemacetan panjang terjadi. Mobil perlu bersaing dengan kereta kuda, belum lagi trem listrik harus diuatamakan. Sebuah permasalahan yang harus dipecahkan secara sistematis.

Melihat hal ini SS memikirkan untuk memecahkan solusi kemacetan karena menunggu perlintasan kereta api. Memang, sudah sejak awal sebelumnya SS membangun jalur relnya dipinggir kota agar tidak mengganggu aktivitas lalu-lintas kota. Jadi saat itu sisi timur lintas Soerabaja – Wanakrama sudah termasuk distrik Djabakota(luar kota) yang jarang ditemui pemukiman. Tetapi memasuki 1900 sudah mulai bertumbuh kota di sisi timur jalur rel SS. Maka mulai 1920 diputuskan membuat jalur layang Sidotopo – Kalimas/Soerabaja NIS dengan membuat viaduk-viaduk beton dan jembatan baja. Rancangan viaduk Aloen-aloen straat Pasar Besar ini dikerjakan G.C Citroen tahun 1924, seorang arsitek terkenal yang merancang bangunan-bangunan lain di Soerabaja seperti Balai Kota dan jembatan Simpang Goebeng. Peresmian viaduk sekaligus jalur layang ini dilakukan pada 28 Oktober 1926 dan dihadiri pejabat SS. Jadi sekarang tidak perlu lagi membuang waktu menunggu perlintasan kereta api, selain itu lalu-lintas kereta api juga tidak terganggu.

Viaduk beton di Gembong sebagai jalur layang Sidotopo - Kalimas, tidak banyak berubah hingga kini.
Viaduk beton di Gembong sebagai jalur layang Sidotopo – Kalimas dipotret dari sisi selatan, tidak banyak berubah hingga kini.(source: Universiteit Leiden)

Tak hanya berhenti sampai itu aja, SS ternyata juga meninggikan jalur rel Goebeng SS – Wanakrama membentuk tanggul tinggi seperti halnya yang masih bisa kita lihat di Jl.Nias, ada juga viaduk Kertajaya yang masih asli hingga kini. Tahun 1930an SS sudah mempersiapkan viaduk lain, yaitu untuk jalur shortcut Kalimas – Goebeng SS guna mengembangkan jalur rel perkotaan di Soerabaja. Sayang sekali karena adanya Perang Dunia II dan masuknya Jepang ke Indonesia SS belum sempat menyelesaikan jalur baru ini. Sisanya adalah viaduk di perlintasan kereta api Jl.Ngaglik yang sudah dipersiapkan untuk jalur ganda namun belum sempat dipasang rel diatasnya.

Peresmian kereta pertama yang melintas viaduk dan kereta terakhir yang melintas perlintasan jalur bawah. Jalur lama berada di utara viaduk dan ditutup SS semenjak viaduk dibuka. Tampak trem listrik OJS menyaksikan acara tersebut.(source: KITLV)
Peresmian kereta pertama yang melintas viaduk dan kereta terakhir yang melintas perlintasan jalur bawah. Jalur lama berada di utara viaduk dan ditutup SS semenjak viaduk dibuka. Tampak trem listrik OJS menunggu jalan dibuka.(source: KITLV)
Meriahnya pembukaan jalur atas selain dirayakan petinggi Belanda juga disaksikan kaum pribumi.(source: KITLV)
Meriahnya pembukaan jalur atas selain dirayakan petinggi Belanda juga disaksikan kaum pribumi.(source: KITLV)
Trem listrik melintas dibawah viaduk Pasar Besar. Jika malam hari viaduk ini akan menyala indah karena dipasang rangkaian lampu.
Trem listrik melintas dibawah viaduk Pasar Besar yang mulai dibangun tahun 1924. Jika malam hari viaduk ini akan menyala indah karena dipasang rangkaian lampu.(source: Universiteit Leiden)

Sayangnya hingga kini proyek elevated kereta api di Surabaya hanya sebatas wacana. Kalau jaman dulu saja sudah kondisi padat namun ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah Hindia-Belanda, bagaimana dengan tingkat kepadatan kondisi jalan raya sekarang? Memang, sudah selayaknya jalur kereta perkotaan bebas hambatan dan dibangun elevated mengingat padatnya lalu-lintas jalan-jalan kini yang menyebabkan banyaknya kecelakaan akibat cerobohnya pengguna jalan menyeberangi perlintasan.

Menikmati Indahnya Jawa dengan Eendaagsche Expres

Kota Batavia dan Soerabaja menjadi tantangan bagi perusahaan kereta api negara SS(Staatspoorwegen) untuk menyediakan sarana transportasi bagi penglaju dan pengusaha terutama orang-orang Eropa. Setelah selesainya jalur sambungan dari Batavia ke Soerabaja, diadakan kereta api dari Soerabaja ke Batavia mulai tahun 1894 memakan waktu 2 hari perjalanan(28-29 jam sampai 32,5 jam). Lama sekali? Penyebabnya adalah kereta api tidak diperbolehkan untuk berjalan di malam hari karena faktor alasan keamanan misalnya jalurnya yang tidak berpagar, bahaya tanah longsor sampai hujan tropis. Faktor lainnya adalah SS juga belum mempercayai kaum pribumi menjadi staf dan pengatur lalu-lintas kereta api untuk mengoperasikan keretanya di waktu malam. Jadi semua kereta api berhenti beroperasi jam 6 atau jam 7 malam. Prosedur ini terus berlanjut sampai tahun 1918. Di era tersebut SS menjalankan kereta api “Java Expres” Soerabaja – Batavia, kereta api dari Soerabaja sesampainya di Bandoeng hari sudah gelap sehingga para penumpang menginap di hotel terdekat dari stasiun. Baru keesokan harinya melanjutkan perjalanan ke Batavia. Begitu juga untuk kereta api dari Batavia sesampainya di Djogjakarta harus berhenti dan menginap untuk melanjutkan perjalanan pagi harinya ke Soerabaja. Tak hanya itu, pada jalur lintas Djogjakarta-Soerakarta memiliki perbedaan gauge(lebar sepur) membuat penumpang harus oper dari kereta SS ke kereta api milik NIS yang lebar sepurnya 1435 mm. Perjalanan ini adalah suatu kemajuan hebat mengingat sebelum adanya kereta api di Djawa perjalanan kedua kota besar tersebut memakan waktu 2 minggu karena menggunakan dokar dan pedati.
Tak berselang lama kemudian pada 6 Februari 1896 lama perjalanan berkurang menjadi 24 jam. Jadi Soerabaja-Maos bisa ditempuh dalam sehari dan Maos-Batavia di hari berikutnya, demikian untuk sebaliknya. Selain penumpang, angkutan barang juga perlu dipindahkan di Djogja dan Solo karena pergantian kereta api. Seorang pimpinan SS, J.K. Kempees pernah mengharapkan andai saja bisa dilakukan pembangunan jalur kereta api oleh SS lintas Soerabaja-Semarang-Cheribon-Batavia agar dapat dipercepat tetapi tidak pernah terealisasi karena adanya UU Jalur trem yang memungkinkan operasional jalur Semarang-Cirebon sebagai jalur trem.

Jalur rel yang berliku-liku di Preanger(Parahyangan) menjadi salah astu penyebab lamanya perjalanan kereta api(source:KITLV)
Jalur rel yang berliku-liku di Preanger(Parahyangan) menjadi salah astu penyebab lamanya perjalanan kereta api(source:KITLV)

Dibukanya jalur baru dari Cheribon – Proepoek – Poerwokerto – Kroja pada 1 Januari 1917 membuat waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi 17 jam, dikarenakan kereta api dari dan ke Batavia tidak perlu lagi melintasi jalur Parahyangan sampai Bandoeng yang medannya berat. Tahun 1920an SS melakukan proyek besar diantaranya memasang jalur rel selebar 1067 mm disamping jalur NIS Djogjakarta – Soerakarta dan pengembangan stasiun Batavia Zuid(sekarang stasiun Jakartakota), selain itu didatangkan pula lokomotif-lokomotif uap baru yang lebih cepat dan bertenaga. Akhirnya tahun 1929 selesai sudah proyek tersebut.

Untuk merayakan selesainya pemasangan lintas Djogja – Solo tadi, diluncurkan kereta api “Eendaagsche Expres” yang merupakan kereta cepat Soerabaja – Batavia kelas mewah. Kereta ini diartikan SS “berjalan sepanjang matahari bersinar dari pagi sampai sore”. Perjalanan perdana tanggal 1 November 1929 dihadiri pejabat peringgi SS yang ikut serta naik dalam kereta. Sepanjang 13,5 jam perjalanan masyarakat antusias menyambut kereta ini. Eendaagsche Expres yang melaju dengan kecepatan maksimal 100 km/jam di lintas Cheribon – Proepoek ini menyelesaikan perdannya di sore hari menjelang malam. Para penjemput dan wartawan berita surat kabar di Soerabaja ternyata sudah berjam-jam sebelumnya menunggu tibanya Eendaagsche Expres di stasiun Goebeng SS dan Soerabaja SS.

Formasi rangkaiannya terdiri dari kelas I, kelas II, kereta restauratie(kereta makan) dan bagasi. Total panjangnya dapat mencapai 10 kereta. Untuk memanjakan para penumpangnya interior kereta dan kabinnya dibuat mewah bergaya kereta ekspres di Eropa jaman itu. Ada kursi berjok kulit, fasilitas pendingin udara dari es batu yang disalurkan ke kereta. Selain itu tentunya tersedia menu makanan khas Djawa dan Eropa yang dapat dipesan di kereta makan sembari menikmati panorama sepanjang perjalanan. Para penumpang dapat menggunakan jasa telegraf di kereta untuk keperluan komunikasi. Eendaagsche Expres selain dari Batavia juga melayani sampai Bandoeng, dimana jika kereta dari Soerabaja setibanya di stasiun Kroja rangkaiannya ada yang dipisah untuk menuju Bandoeng dan satu lagi melanjutkan perjalanan ke Batavia, begitu sebaliknya kereta menuju Soerabaja kedatangan kedua kereta akan digabung. Dan lagi, untuk mengakomodasi penumpang di kota yang dilalui lintas cabang, para penumpang dapat melakukan perjalanan estafet/oper dengan kereta lokal dari dan ke stasiun lintas utama perhentian Eendaagsche Expres. Ini dikarenakan SS membuat penyesuaian jadwal kereta lokal dengan jadwal tibanya Eendaagsche Expres di stasiun pertemuan lintas utama dan lintas cabang.

Perjalanan perdana Eendaagsche Expres 1 November 1929 dari Batavia
Perjalanan perdana Eendaagsche Expres 1 November 1929 dari Batavia
Interior kereta kelas I
Interior kereta kelas I
Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres
Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres(source: tropenmuseum-nederland)

Sebagai kereta bendera SS yang diandalkan, Eendaagsche Expres menggunakan lokomotif uap cepat kebanggan SS. Lokomotif penarik dilakukan pergantian sebanyak 4 kali. Untuk Soerabaja – Madioen – Djogjakarta digunakan SS1000(C53), Poerwokerto – Proepoek diganti SS1600(CC50) karena jalurnya menanjak, Proepoek – Cheribon – Batavia menggunakan SS700(C50). Untuk lintas Bandjar – Bandoeng mulanya digunakan SS1700(C30) lalu diganti SS dengan SS900(D50). Di stasiun pergantian lokomotif, sudah siap sedia lokomotif pengganti sehingga tak perlu waktu berlama-lama berhenti hanya untuk mengganti lokomotif. Secara perlahan SS berhasil mempersingkat waktu tempuh menjadi 12 jam di tahun 1934. Pada tahun 1939 SS berhasil mempercepat perjalanan lagi hingga mencetak rekor 11 jam 27 menit dengan rata-rata kecepatan perjalanan 71,7 km/jam. Makin cepatnya kereta api sesuai dengan semboyan SS “Steeds Sneller“. Rekor ini ternyata menjadi kereta tercepat se-Asia pada masa itu. Tentunya SS sangat bangga dengan prestasi ini.

Dua kereta Eendaagsche baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng
Dua kereta Eendaagsche perdana baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng

Tarif sekitar tahun 1934 (termasuk tuslah)

Batavia – Soerabaja
kelas I : ƒ 40.10
kelas II : ƒ 27.70
kelas III : ƒ 11.54

Bandoeng – Soerabaja
kelas I : ƒ 34.40
kelas II : ƒ 23.90
kelas III : ƒ 10.28

Jadwal Eendaagsche Expres tahun 1939

Batavia – Soerabaja

Stasiun Datang Berangkat
Batavia Koningsplein(Gambir) 06.45
Tjikampek 07.47 07.48
Cheribon SS 09.32 09.37
Proepoek 10.32 10.37
Poerwokerto 11.36 11.42
Kroja 12.07 12.17
Djogjakarta 14.03 14.08
Soerakarta 14.55 14.57
Madioen 16.09 16.14
Kertosono 17.07 17.09
Modjokerto 17.40 17.41
Soerabaja Goebeng SS 18.15

Bandoeng-Kroja yang akan digabung dengan rangkaian dari Batavia

Stasiun Datang Berangkat
Bandoeng 07.25
Tjibatoe 08.37 08.40
Tasikmalaja 09.50 09.52
Bandjar 10.40 10.48
Kroja 12.06