Stasiun Djoernatan SJS Kokoh nan Megah

Semarang selain sebagai markas perkeretaapian NIS juga merupakan markas trem SJS. Angkutan trem SJS melayani wilayah regional Semarang dari dalam kota Semarang terus ke arah timur melintasi kota-kota kecil serta menembus rimbunnya hutan jati Demak, Pati, Kudus, Tajoe, hingga Tjepoe. Sebagai pusat pemberangkatan trem uap utama, sebuah stasiun utama didirikan di Semarang di kawasan Djoernatan pada tahun 1882. Saat itu bangunannya masih sederhana, pada tahun 1903 masih berupa bangunan berbahan mayoritas kayu jati.

Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Stasiun Djoernatan awal, difoto tahun 1905 (tropenmuseum, nederland)
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda
Sinyal masuk stasiun Djoernatan sekitar tahun 1910 dan pabrik sepeda “Insulinde” di sebelah kanan

Dekade berikutnya karena makin luasnya jaringan rel dan makin ramainya angkutan penumpang dan barang mendorong SJS untuk merenovasi stasiun utamanya guna mengakomodasi penumpang yang banyak. Bersamaan dengan proyek renovasi itu juga SJS mengembangkan luas area Remise dan Werkplaats SJS(Balai Yasa Pengapon) menata ulang layout relnya di kawasan Kemidjen dimana terdapat persilangan dengan jalur kereta api milik NIS. Tahun 1913, dilakukan pembangunan stasiun mewah tersebut. Tak tanggung-tanggung, stasiun baru berangka baja dan beratap sebagian kaca ini lebih luas areal emplasemen dan peron jika dibandingkan dengan stasiun terbesar NIS, Tawang NIS, padahal yang dilayani hanya trem uap rangkaian campuran yang tidak lebih dari 8 kereta/gerbong. Uniknya meskipun terletak pada ujung jalur akhir tetapi stasiun ini bukan merupakan jenis stasiun bertipe kopstation yang berdesain stasiun terminus melainkan bertipe paralel sama halnya dengan stasiun Tawang NIS. Sangat mewah jaman itu. Stasiun ini selanjutnya dikenal dengan stasiun Djoernatan Centraal SJS karena letaknya memang berada di pusat kota sejak dulu. Rangkaian trem uap semua jurusan mengawali dan mengakhiri perjalanannya disini. Untuk trem dalam kota Semarang melayani Djoernatan – Boeloe(melintasi Bodjong yang kini menjadi Jl.Pemuda Semarang) dan juga Djoernatan – Djomblang. Untuk kedatangan trem rangkaian panjang mampu dilakukan gerakan langsiran sampai spoor badug. Dari stasiun ini juga terdapat hubungan langsung ke areal bongkar muat barang dan pelabuhan melalui jalur sisi barat stasiun.

Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Bangunan baru stasiun setelah renovasi pembongkaran stasiun lama oleh SJS
Lokasi stasiun Djoernatan, jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV)
Lokasi stasiun Djoernatan dari peta lama. Jalur ke kanan atas menuju ke Demak, jalur ke kanan bawah menuju ke Djomblang, arah kiri menuju Boeloe. Jalur menuju areal pelabuhan ke atas kiri(source: KITLV nederland)
Peron stasiun yang panjang
Peron stasiun yang panjang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Emplasemen stasiun Djoernatan dipotret dari udara, pada sisi sebelah kanan merupakan stasiun barang
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi kanan atas foto
Tak terlalu jauh dari stasiun Djoernatan nampak stasiun Semarang NIS(Tawang) pada sisi atas foto, bagian kanan atas merupakan emplasemen Kemidjen dan emplasemen pertemuan jalur NIS dan SJS(source: tropenmuseum nederland)

Tahun 1940an jalur trem dalam kota Semarang ditutup karena kemungkinan dianggap kurang menguntungkan bagi SJS sehingga beberapa rollingstock nya dipindahkan ke OJS di Soerabaja. Dan setelah Indonesia merdeka, di tahun 1974 layanan kereta api jurusan Demak dipindahkan ke Semarang Tawang karena stasiun ini ditutup(jalur menuju Demak sendiri ditutup sekitar tahun 1980). Dan semenjak dipindah itu beralih fungsi menjadi terminal bus induk Semarang walaupun tak terlalu lama. Pada tahun 1980an stasiun ini dibongkar menjadi pertokoan Jurnatan. Sampai saat ini di atas salah satu kavling ruko terpasang logo PJKA Wijayakusuma bertuliskan “Sentral Jurnatan” sebagai penanda bahwa kompleks pertokoan tersebut dulunya adalah lokasi stasiun Jurnatan yang pernah berjaya melayani operasional trem SJS. Sungguh sangat disayangkan karena saat itu belum ada divisi PJKA yang menangani aset bersejarah sehingga cerita mengenai stasiun mewah ini hanya bisa dilihat melalui foto dan catatan sejarah saja.

Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal
Kondisi terakhir menjelang pembongkaran stasiun saat berfungsi menjadi terminal

Mengenal Lebih Dekat Lokomotif Uap SS600

Memasuki awal abad ke 20, kecepatan kereta api menjadi penting untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan. Pada masa itulah berkembang pesat teknologi pada lokomotif uap.

SS(Staatsspoorwegen) yang merupakan perusahaan kereta api negara mulai memikirkan cara untuk mempercepat waktu tempuh terutama rute Soerabaja-Batavia. Selain dibangunnya jalur baru Kroja – Cheribon mulai 1908, hampir bersamaan dengan proyek tersebut dipesan juga lokomotif uap cepat generasi awal dari Hanomag serta Hartmann di Jerman, dan Werkspoor asal Belanda sendiri. Didatangkan secara bergelombang sejak 1900 – 1908. Lokomotif ini menggunakan dua silinder compound. Silinder ini diklaim lebih efisien karena uap dari silinder tekanan tinggi disalurkan menuju ke silinder bertekanan rendah dan, kemudian baru dikeluarkan ke cerobong. Walaupun demikian, perawatan pada lokomotif ini ternyata cukup rumit. Lokomotif seri ini tidak lagi diproduksi sejak ditemukannya teknologi superheater. Lokomotif baru SS dua silinder compound dapat melaju sampai 75 km/jam dengan stabil. Lokomotif berkonfigurasi roda 4-4-0 ini mampu mengasilkan daya 415 HP. Bahan bakarnya adalah kayu jati. Berat siap lokomotif ini adalah 32 ton. Dengan roda penggerak berdiameter 1503 mm ini merupakan salah satu yang terbesar diantara lokomotif SS lainnya jaman itu. Uniknya lagi, lokomotif ini mirip dengan seri Prussian P4 gauge 1435 mm di Jerman yang secara fisik hampir identik. Total ada 44 buah yang didatangkan. SS memberi nomor seri SS300 dimana saat itu menjadi nomor urut kelas terbesar dari seluruh lokomotif yang dimiliki SS.

5099519573_5eb897cd9e
Foto pabrik SS325(spoorwegarchief, nederland)
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).
Lokomotif SS317 yang akhirnya diganti nomor SS621(DKA B5121).(source: spoorwegarchief, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)
Suasana stasiun Maos tahun 1919 dan lokomotif SS600 tampak sedang melakukan aktivitas langsiran(source: tropenmuseum, nederland)

Lokomotif yang selanjutnya dilakukan penomoran ulang menjadi seri SS600 ini langsung menjadi populer dan sering dipergunakan menarik rangkaian kereta api di lintas utama, seperti Madioen – Kertosono, Maos – Kroja – Koetoardjo, dan Soerabaja – Pasoroean. Perlahan, seri SS600 mulai menggantikan peran seri lokomotif sebelumnya SS100-SS200(nomor DKA C11, C12, dan B50) yang sebelumnya merajai jalur lintas utama. Selain diperuntukkan menarik kereta penumpang juga dipergunakan kereta barang dan campuran cepat. Krisis ekonomi Hindia Belanda mulai 1929 mengakibatkan SS mengurangi operasional lokomotif-lokomotif uap lamanya, namun beruntung SS600 berhasil dikonversi dan tetap digunakan bersama-sama dengan lokomotif SS yang lebih baru didatangkan.

Nomor Awal Nomor Akhir Nomor DKA Tahun Pabrik Pembuat Nomor pabrik
SS284 – 291 SS601 – 608 B5101-08 1900 Hanomag 3358-3365
SS300 – 307 SS609 – 616 B5109-16 1902-3 3863-3870
SS308 – 311 SS617-620 B5117-20 1903 4025-4028
SS317 – 322 SS621-626 B5121-26 1905 Hartmann 2896-2901
SS323 – 328 SS627-632 B5127-32 1905 Hanomag 4316-4321
SS338 – 340 SS634-636 B5133-35 1907 Werkspoor 178-180
SS345 – 346 SS637-638 B5136-37 1908 Hartmann 3154-3155
SS365 – 366 SS643-644 B5138-39 1910 Werkspoor 248-249
SS337 SS633 B5151 1907 177
SS351 – 354 SS639-642 B5152-55 1908 188-191

Pada masa penjajahan Jepang, satu lokomotif SS600 dipindahkan ke jalur Muaro – Pekanbaroe untuk menarik kereta batubara yang akhirnya ditutup pada September 1945. Setelah kemerdekaan, lokomotif SS600 diubah penomorannya secara resmi oleh DKA menjadi B51. Karena masuknya lokomotif-lokomotif baru maka lokomotif uap B51 hanya diperbolehkan menarik kereta lokal di lintas cabang Jombang – Babat – Tuban, Cepu – Bojonegoro, termasuk Tanahabang – Rangkasbitung – Merak.

Siap melayani kereta wisata Ambarawa - Tuntang
B5112 siap melayani kereta wisata Ambarawa – Tuntang(source: Heritage PT.KAI)

Salah satu lokomotif B51, yaitu nomor 12 yang pada jaman PJKA menghuni Dipo Cepu dipindahkan ke museum Ambarawa mulai 1976 dan menjadi monumen koleksi statis. Beruntung sekali pada tahun 2011 Divisi Heritage PT.KAI mengadakan penghidupan lokomotif uap lagi untuk wisata guna mengembangkan museum Ambarawa. Dan ternyata B5112 terpilih karena ketel uapnya masih baik. Setelah menjalani 2 tahun masa restorasi oleh tim ahli lokomotif uap Ambarawa seperti penggantian komponen penggerak hingga perbaikan tampilan fisik sesuai aslinya, maka pada tahun 2013 sudah siap layak jalan kembali. Kini lokomotif B5112 diberi nama lokomotif “SUN” oleh Dirut KAI Jonan pada saat ulang tahun ke 69 PT.KAI tanggal 28 September 2014.

Kalau anda ingin menyaksikan kegagahan lokomotif uap yang sudah berusia 113 tahun ini silahkan berkunjung dan sempatkan naik kereta wisata di Ambarawa!